Pengikut

Jumat, 22 Juni 2012


LITERATUR
PASCA PANEN dan
PENERAPAN TEKNOLOGI PANGAN




PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2011

Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis,  psikologis, sosial maupun antropologis.  Secara definitif, menurut Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996,  pangan  adalah  segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun  tidak diolah,  yang diperuntukkan sebagai makanan atau  minuman bagi konsumsi manusia. Pangan selalu terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya.
Banyak contoh negara dengan sumber ekonomi cukup memadai tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi untung rugi ekonomi saja tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan nasional yang harus dilindungi.
Sistem produksi pengadaan pangan, seperti halnya penggunaan pangan oleh tubuh untuk mencapai kebutuhan gizi adalah kompleks. Penyediaan pangan yang cukup bagi penduduk untuk dikonsumsi merupakan salah satu masalah kritis yang dihadapi negara – negara yang sedang berkembang di dunia ini, termasuk salah satunya adalah Indonesia. Pengadaan pangan dan hubungannya dengan kecukupan gizi serta tingkat ekonomi keluarga harus dipahami, masalah dan faktor – faktor yang menghalangi kecukupan produksi dan pengadaan pangan harus dikenal dan cara pemecahannya harus dicari untuk dapat menanggulanginya.

A.    Pengertian Pasca Panen
Dalam pertanian, panen  adalah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya. Istilah ini paling umum dipakai dalam kegiatan bercocok tanam dan menandai berakhirnya kegiatan di lahan. Pasca panen adalah suatu kegiatan dari mulai proses pemanenan hasil pertanian sampai dengan proses yang menghasilkan produk setengah jadi (produk antara/ intermediate). Produk setengah jadi adalah produk yang tidak/ belum mengalami perubahan sifat fisik dan komposisi kimia.
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing).
Kegiatan pasca panen meliputi panen, pengumpulan, perontokkan/pengupasan, pencucian, pensortiran, pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan (drying), penggilingan dan atau penepungan, pengemasan dan penyimpanan.

B.     Penanganan Pasca Panen
Pada saat proses panen kualitasnya harus maksimal, dengan penanganan yang baik, dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Produk yang dipanen  tidak  tepat  waktu  maka kuantitas dan kualitasnya menurun. Pemanenan terlalu muda atau awal dapat menurunkan  kuantitas  hasil, pada banyak komoditas buah menyebabkan proses pematangan tidak sempurna sehingga kadar asam justru  meningkat (buah terasa masam)Pemanenan terlalu tua atau lewat panen maka kualitasnya dapat menurun dengan cepat saat disimpan, dan  rentan terhadap  pembusukkan, pada beberapa komoditas sayuran menyebabkan kandungan serat kasarnya meningkat.
Setelah komoditas dipanen, perlu penanganan pasca panen yang tepat supaya penurunan kualitas dapat dihambat  yang dapat dilakukan setelah pemanenan hanyalah mempertahankan kualitas dalam waktu selama mungkin bukan  meningkatkan kualitas. Penanganan pasca panen adalah tindakan yang disiapkan/dilakukan pada tahapan pasca panen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri. Perlakuan  utama dalam pasca panen adalah untuk menghambat  laju  transpirasi dan respirasi dari komoditas. Kemudian menyiapkan hasil panen agar tahan disimpan untuk waktu jangka panjang tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik.
Belum berkembangnya penanganan pasca panen seperti yang diharapkan disebabkan antara lain karena kemampuan dan pengetahuan petani pekebun dan peternak, dalam kegiatan penanganan pasca panen masih terbatas, kelembagaan pasca panen yang belum berkembang, waktu panen yang kurang tepat dan terbatasnya alat mesin pasca panen, alat mesin yang tersedia di tingkat petani belum dimanfaatkan secara optimal, penempatan dan penggunaan alat mesin yang tidak tepat guna, belum mantapnya kemitraan usaha antara produsen dan industri.
Penanganan pasca panen merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas hasil pertanian. Secara langsung penanganan pasca panen memiliki peranan dalam menekan kehilangan hasil, memperbaiki mutu hasil, dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani.
Penanganan pasca panen secara baik dan benar saat ini hanya diketahui oleh sebagian masyarakat, hal ini disebabkan antara lain karena keterbatasan informasi dan teknologi tentang penanganann pasca panen dan kurangnya perhatian terhadap peningkatan nilai tambah ditingkat off farm sehingga perkembangan  penanganan pasca panen  dewasa ini masih berjalan lambat dan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari lambatnya perkembangan penerapan sarana dan teknologi pasca panen. Sebagai dampaknya antara lain: masih tingginya tingkat kehilangan hasil panen, mutu hsl yg masih rendah, tngkt efisiensi dan efektifitas masih rendah dan nilai jual yang kurang kompetitif.

C.    Kepentingan Pasca Panen dalam Sistem Pangan dan Gizi
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis,  psikologis, sosial maupun antropologis. Pangan  adalah  segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun  tidak diolah,  yang diperuntukkan sebagai makanan atau  minuman bagi konsumsi manusia.
Pekembangan penduduk yang terus meningkat menyebabkan laju pertumbuhan produksi pangan nasional rata-rata negatif dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus melebar. Kesenjangan yang terus meningkat ini jika terus di biarkan konsekwensinya adalah peningkatan jumlah impor bahan pangan yang semakin besar, dan kita semakin tergantung pada negara asing.
Penanganan pasca panen yang baik dan benar sangat diperlukan. Penanganan pasca panen merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas hasil pertanian yang berpengaruh terhadap sistem pangan dan gizi.
  1. Meningkatkan hasil dan kualitas hasil
·         Waktu panen yang tepat
Waktu panen yang tepat (terlalu tua atau terlalu muda) akan dapat menghasilkan produk yang berkualitas, terhindar dari kerusakan serta akan dapat tahan disimpan dalam waktu lama.
·         Losses rendah
Penanganan pasca panen yang tepat dapat menurunkan kehilangan hasil. Kehilangan hasil adalah lenyap/hilangnya hasil pertanian tanpa sepengetahuan atau seijin pemiliknya (petani).
·         Terhindar dari kerusakan fisik atapun hama dan penyakit gudang
Dapat terhindar dari berbagai kerusakan dan hasil produksi tetap dapat terjaga kualitasnya. Sehingga pangan yang tersedia memiliki mutu yang tinggi dan aman dikonsumsi masyarakat.

  1. Meningkatkan nilai tambah
Dapat meningkatkan nilai tambah hasil produksi. Pangan yang tersedia dapat memiliki nilai yang tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya.
  1. Produk lebih aman dan nyaman
Produk yang dihasilkan akan lebih aman untuk dikonsumsi masyarakat, kandungan gizi yang terkandung pun akan lebih prima. Sehingga membantu persediaan pangan yang berkualitas tinggi dan baik untuk dikonsumsi.

D.    Penerapan Teknologi Pangan
Teknologi pasca panen diyakini merupakan kunci untuk meningkatkan nilai tambah dan dasar pengembangan agroindustri yang berdaya saing. Teknologi pangan adalah aplikasi dari ilmu pangan untuk sortasi, pengawetan, pemrosesan, pengemasan, distribusi, hingga penggunaan bahan pangan yang aman dan bernutrisi. Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, diantaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan dan sebagainya.
Bahan pangan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia, sangat intensif dijadikan kajian sebagai objek formal ilmu teknik dan ditopang dengan tuntutan industri, terutama di negara maju. Kondisi ini melahirkan cabang bidang ilmu teknologi pangan yang merupakan penerapan ilmu-ilmu dasar (kimia, fisika dan mikrobiologi) serta prinsip-prinsip teknik (engineering), ekonomi dan manajemen pada seluruh mata rantai penggarapan bahan pangan dari sejak pemanenan sampai menjadi hidangan. Teknologi pangan merupakan penerapan ilmu dan teknik pada penelitian, produksi, pengolahan, distribusi, penyimpanan pangan berikut pemanfaatannya. Ilmu terapan yang menjadi landasan pengembangan teknologi pangan meliputi ilmu pangan, kimia pangan, mikrobiologi pangan, fisika pangan dan teknik proses. Ilmu pangan merupakan penerapan dasar-dasar biologi, kimia, fisika dan teknik dalam mempelajari sifat-sifat bahan pangan, penyebab kerusakan pangan dan prinsip-prinsip yang mendasari pegolahan pangan.
Di abad teknologi sekarang ini, teknologi pangan juga sangat penting bagi pengadaan pangan yang mencukupi dan merata sepanjang tahun, serta bisa diperoleh   diseluruh daerah/negeri, tidak saja di daerah produksi. Dengan teknologi pangan, selain bahan makanan itu diawetkan agar tahan lama, juga kualitasnya ditingkatkan, termasuk kualitas dari sudut kandungan zat  gizinya. Bahan pangan yang diproduksi musiman dapat menjadi tersedia merata sepanjang tahun dan juga di daerah-daerah yang terletak jauh dari tempat produksinya.
Pola pengembangan industri pangan harus memperhatikan beberapa faktor diantaranya adalah pola pertumbuhan penduduk dari segi umur, pendidikan, jenis kelamin, ataupun kelompok – kelompok etnis serta pola perkembangan permintaan pasar. Perubahan – perubahan ini harus bisa diantisipasi dengan baik oleh industri pangan, misalnya penduduk berusia lanjut menuntut makanan yang lebih bergizi dengan kadar lemak, kolesterol, garam dan gula rendah, serta meningkatnya kebutuhan akan buah – buahan dan sayuran berserat. (Sills-Levy,1989).
Pemilihan jenis teknologi seyogyanya disesuaikan dengan kondisi pengguna secara tepat. Teknologi yang dikembangkan untuk keperluan rumah tangga akan berbeda dengan teknologi yang dikembangkan untuk keperluan industri, baik skala kecil maupun besar. Hasil olah teknologi pangan memberikan aneka pilihan makanan sehinga hidangan tidak monoton, tetapi banyak bervariasi. Bahan pangan hasil olah teknologi pangan biasanya dianggap mempunyai nilai sosial tinggi, sehingga banyak di sukai konsumen, tetapi teknologi tersebut memerlukan biaya, sehingga bahan pangan hasil olah teknologi pangan pada umunya akan lebih mahal, terutama bila di kemas secara khusus, misalnya dikalengkan. Hasil teknologi pangan yang diimpor umunya lebih mahal dari yang dihasilkan di dalam negeri.
Teknologi pangan dapat dimulai dari lapangan atau sawah, kalau diambil sebagai contoh padi. Ladang atau tegalan untuk umbi-umbian dan polong-polongan. Teknologi dapat juga dimulai dari pemilihan bibit serta cara pembibitan, kemudian penanaman serta pemeliharaan. Pengertian ini tidak berlebihan karena pada setiap tingkat itu akan menggunakan teknologi yang sesuai dengan peruntukannya. Tetapi yang umum ialah sejak dipanen sampai dihidangkan.
Penggunaan teknologi  pada setiap tingkat itu akan dapat diharapkan terjaminnya hasil daripada tanpa penggunaan teknologi, serta hasil yang jauh lebih banyak. Istilah terakhir ini memberikan pengertian bahwa penggunaan teknologi dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan.
Teknologi pangan sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Teknologi yang baik akan memperkecil kehilangan atau susut saat pengolahan. Pada setiap tingkat pengolahan hendaknya dibarengi dengan kendali mutu, atau ”quality control” sehingga terjamin bahwa hasil sesuai dengan mutu yang diharapkan. Sebagai salah satu contoh ialah dilapangan pada petanaman padi di sawah. Sebelum panen sebidang tanah harus diawasi sehingga hasilnya nanti terjamin, yaitu tidak akan hadir  gangguan yang disebabkan oleh berbagai hama dan penyakit.
Pada saat panen pun  demikian pula, hendaknya pengawasan mutu diperhatikan. Pergunakanlah alat yang cocok untuk pemakaiannya, serta tempat yang bersih. Menjemur gabah di jalan-jalan merupakan tindakan yang tidak akan menghasilkan gabah yang terjamin mutunya. Gabah disimpan dengan kadar air yang rendah serta tempat yang abik, bebas dari gangguan.
Tempat penyimpanan yang salah akan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan tersebut antara lain karena (i). Makhluk hidup, seperti tikus, serangga, jamur dan bakteri, karena jazat ini memakan bahan pangan yang disimpan, disamping menimbulkan kerugian karena kotoran, dan sisa-sisa bahan yang dimakan; (ii). Aktivitas biokimia dalam bahan pangan tiu sendiri, seperti respirasi, terbentuknya warna coklat serta timbulnya kelainan bau bahkan tengik; dan (iii). Kerusakan karena fisik atau mekanis, antara lain terhimpitnya bahan  sehingga pecah, serta saat pemindahan yang kurang hati-hati.
Ruangan penyimpanan akan mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang sekali gus akan mempengaruhi ketahanan pangan. Suhu, kelembaban dan komposisi udara ruangan penyimpanan merupakan tiga faktor yang perlu diperhatikan. Cara pengangkutan, pengemasan yang kurang hati-hati juga menyebabkan bahan cepat rusak.
Pengolahan bahan pangan dilaksanakan karena tiga alasan, yaitu (i). Menyiapkan makanan untuk dihidangkan, (ii). Membuat hasil baru yang dikehendaki, baik dilihat dari segi fisik maupun kandungan kimianya, termasuk pengayaaan akan zat gizi,  dan (iii). Mengawetkan, mengemas dan menyimpan. Dari ketiga alasan tersebut yang erat hubungannya dengan ketahanan pangan adalah yang ketiga. Pengawetan yang diikuti dengan pengemasan yang memadai akan menyebabkan bahan tidak cepat rusak.
Sehubungan dengan tujuan pengawetan, maka dikenal enam cara utama, yaitu:
1.      Pengurangan air dalam bahan pangan- penegeringan, dehidrasi, evaporasi, atau pengentalan
2.      Pemanasan- blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
3.      Penggunaan suhu rendah – pendinginan, pembekuan
4.      Perlakuan kusus – fermentasi, dan pemberian additif asam
5.      Pemberian senyawa kimia
6.      Iradiasi

E.     Implikasi Pasca Panen dalam Efisiensi, Produktivitas dan Ketersediaan dan Keterjaminan Pangan
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.
Teknologi pasca panen dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan. Teknologi pangan ini sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Ketahanan pangan  merupakan suatu  sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk pengaturan  menu dan distribusi pangan dalam keluarga. 
Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi masyarakat, yang  dapat dideteksi dari status gizi anak balita (usia dibawah lima tahun).  Apabila salah satu atau lebih, dari ke tiga subsistem tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka akan terjadi masalah kerawanan pangan yang akan berdampak peningkatan kasus gizi kurang dan atau gizi buruk.
Teknologi pasca panen yang tepat dapat menjadi bagian penting dari upaya menciptakan ketahanan pangan yang tangguh, harus mengutamakan teknologi produktivitas yang ramah lingkungan. Teknologi tersebut harus telah terbukti memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan produktivitas dan teruji bukan hanya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan tetapi juga mampu menjaga kelestarian produksi dan ramah lingkungan. Disamping itu teknologi yang diterapkan harus bersifat sederhana.
Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor.



















Referensi:













LITERATUR
SUBSISTEM PRODUKSI






PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2012


 SUBSISTEM PRODUKSI

Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang cukup baik. Akan tetapi masih banyak penduduk Indonesia yang belum mendapatkan kebutuhan pangan yang mencukupi.  Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan  lain yang digunakan dalam  proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan,  pembinaan  dan  atau  pengawasan  terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.  Sejalan  dengan  pertumbuhan  jumlah  penduduk,  maka kebutuhan konsumsi pangan terus meningkat baik jumlah maupun mutu dan keragamannya.
Sistem pangan dan  gizi adalah suatu  rangkaian masukan, proses dan pengeluaran. Dimulai dari tahap produksi sampai tahap akhir yaitu pemanfaatan oleh tubuh yang diwujudkan menjadi status gizi seseorang. Sistem pangan dan gizi mempunyai tujuan meningkatkan dan  mempertahankan status gizi masyarakat dalam keadaan optimal. Salah satu bagian dari proses sistem pangan dan gizi adalah subsistem produksi (penyediaan pangan).
Subsistem produksi (penyediaan pangan) merupakan upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan  yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri melalui upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur mayur, dan buah-buahan. Penyediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Agar produksi pangan dapat dimanfaatkan setinggi-tingginya perlu diberikan perlakuan pascapanen yang sebaik-baiknya.
Tujuan utama perlakuan pascapanen adalah untuk menyiapkan hasil panen agar tahap disimpan untuk waktu jangka panjang tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik.
Penyediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: 
(1) produksi dalam  negeri, 
(2) impor  pangan dan
 (3) pengelolaan cadangan pangan. 
Mengingat penduduk yang cukup besar dengan kemampuan ekonomi yang relatif lemah.  Maka impor pangan merupakan pilihan akhir apabila terjadi kelangkaan produksi dalam negeri.  Hal ini penting untuk menghindarkan bangsa ini dari ketergantungan pangan terhadap negara lain, yang dapat berdampak pada kerentanan terhadap campur tangan asing secara ekonomi dan politik.  Kemampuan memenuhi kebutuhan pangan dari produksi sendiri, khususnya bahan pangan pokok, juga menyangkut harkat dan kelanjutan eksistensi bangsa.
Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan  untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Jika ketersediaan pangan tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi, maka akan menimbulkan kelaparan dan kekurangan gizi. Begitupula sebaliknya jika ketersediaan pangan melebihi kebutuhan konsumsi, maka akan  mengganggu  kebiasaan  konsumsi dan menyebabkan masalah gizi berlebih.
Terdapat acuan kuantitatif untuk ketersediaan pangan, yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004,  dalam satuan rata-rata perkapita perhari untuk energi sebesar 2.200 kilo kalori dan protein 57 gram. Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energi bagi setiap individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari.  Disamping itu juga terdapat acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan, yaitu Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai PPH yang ideal. 
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu:
 (1) produksi dalam negeri,
 (2) impor pangan dan
 (3) pengelolaan cadangan pangan. 
Mengingat penduduk yang cukup besar dengan kemampuan ekonomi yang  relatif  lemah.  Maka impor  pangan merupakan pilihan akhir apabila terjadi kelangkaan produksi dalam negeri.  Hal ini penting untuk menghindarkan bangsa ini dari ketergantungan pangan terhadap negara lain, yang dapat berdampak pada kerentanan terhadap campur tangan asing secara ekonomi dan politik.  Kemampuan memenuhi kebutuhan pangan dari produksi sendiri, khususnya bahan pangan pokok, juga menyangkut harkat dan kelanjutan eksistensi bangsa.
Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan produksi pangan domestik diperlukan kebijakan yang kondusif, meliputi insentif untuk berproduksi secara efisien dengan pendapatan yang memadai serta kebijakan perlindungan dari persaingan usaha yang merugikan petani. Subsistem penyediaan pangan meliputi:
A.    Produksi bahan pangan
Produksi dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengolah atau membuat bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Produksi dapat juga diartikan  sebagai tindakan intensional untuk menghasilkan sesuatu yang berguna.  Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau  minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan  tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Sebelum produksi pangan yang cukup dapat dilaksanakan, perlu diperhatikan hal-hal seperti cara bertani yang lebih produktif, perbaikan mutu lahan, merubah lahan yang lebih banyak untuk produksi pangan yang dapat lebih menguntungkan, pola pertanaman yang lebih produktif, kemudahan memperoleh bahan-bahan pertanian dan pasaran yang lebih baik bagi petani, meningkatkan perangsang berproduksi pangan dan menyediakan lebih banyak bantuan ahli kepada petani untuk meningkatkan produksi pangan dan pendapatan usaha tani mereka.
B.     Perlakuan Pasca Panen
Panen adalah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya. Pada saat proses panen kualitasnya harus maksimal, dengan penanganan yang baik, dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Produk yang dipanen  tidak  tepat  waktu  maka kuantitas dan kualitasnya menurun. Pemanenan terlalu muda atau awal dapat menurunkan  kuantitas  hasil, pada banyak komoditas buah menyebabkan proses pematangan tidak sempurna sehingga kadar asam justru  meningkat (buah terasa masam)Pemanenan terlalu tua atau lewat panen maka kualitasnya dapat menurun dengan cepat saat disimpan, dan  rentan terhadap  pembusukkan, pada beberapa komoditas sayuran menyebabkan kandungan serat kasarnya meningkat.
Setelah komoditas dipanen, perlu penanganan pasca panen yang tepat supaya penurunan kualitas dapat dihambat  yang dapat dilakukan setelah pemanenan hanyalah mempertahankan kualitas dalam waktu selama mungkin bukan  meningkatkan kualitas. Perlakuan  utama dalam pasca panen adalah untuk menghambat  laju  transpirasi dan respirasi dari komoditas. Kemudian menyiapkan hasil panen agar tahan disimpan untuk waktu jangka panjang tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik.
C.     Perdagangan Bahan Pangan
Produksi dan perdagangan pangan semakin terkonsentrasi. Perlindungan untuk  petani sempit dan negara berkembang yang seharusnya diatur secara efektif di WTO, ternyata menuai kegagalan demi kegagalan. Hal itu telah berpengaruh buruk terhadap petani, industri pengolahan pangan, ketahanan pangan serta usaha pengentasan kemiskinan di negara berkembang.
Saat ini muncul pula revolusi supermarket global yang merambah, tidak saja di kota Jakarta, tetapi kota-kota lain di luar Jawa. Itu telah berdampak positif maupun negatif terhadap konsumen, petani, pengecer tradisional, pengolah pangan serta manufaktur pangan.






Referensi:
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.















LITERATUR
IMMUNOSUPPRESSION TERHADAP
STATUS GIZI DAN KESEHATAN



PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2012

Tubuh manusia sangat rentan untuk terkena serangan infeksi, maka dari itu diperlukan pertahanan tubuh. Pertahanan tubuh merupakan fungsi fisiologis yang sangat penting bagi makhluk hidup. Apabila pertahanan tubuh dapat berjalan dengan baik, maka makhluk hidup dapat berkembang dan berproduksi secara optimal. Tetapi apabila pertahanan tubuh tidak berjalan dengan baik, maka akan sangat rentan terhadap serangan infeksi penyakit-penyakit yang akan menyebabkan terganggunya fungsi di dalam tubuh sehingga dapat menghambat perkembangan serta menyebabkan gangguan kesehatan.
Pertahanan yang terdapat dalam tubuh adalah sistem imunitas atau sistem kekebalan. Sistem kekebalan ini adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mampu mendeteksi serta membunuh patogen-patogen yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu mampu mendeteksi pengaruh biologis yang berasal dari luar, membunuh bakteri,virus dan cacing yang akan mengganggu fungsi tubuh, sehingga tubuh akan dapat terlindungi sehingga jaringan di dalam tubuh tetap dapat berfungsi dengan baik.

A.    Pengertian Immunonutrien dan Immunosuppression
1.      Immunonutrien
Immunonutrien merupakan proses pemberian nutrisi spesifik yang secara potensial dapat memodulasi aktivasi daripada sistem imunitas tubuh. biasanya dihubungkan erat dengan usaha untuk meningkatkan status klinik pasien yang kritis serta dalam proses pembedahan dan sangat membutuhkan asupan nutrisi tambahan eksogen baik melalui jalur parenteral atau enteral. Target utamanya adalah untuk memperkuat fungsi pertahanan mukosa, respon imun seluler dan antibodi serta terhadap terjadinya inflamasi lokal maupun sistemik.
2.      Immunosuppression
Secara harfiah, immunosuppresion dapat diartikan “menekan respon imun”. Immunosuppression melibatkan tindakan yang mengurangi aktivasi atau kemanjuran dari sistem kekebalan tubuh. Beberapa bagian dari sistem kekebalan tubuh itu sendiri memiliki efek immuno-menekan pada bagian lain dari sistem kekebalan tubuh, dan immunosuppresion dapat terjadi sebagai reaksi negatif terhadap pengobatan kondisi lainnya.
Immunosuppresion  merupakan kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan  zat  kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi. Jadi, sangatlah penting untuk mengenali dan mengetahui imunosupresi.

B.     Keracunan Pangan
  Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Keracunan pangan yaitu masuknya atau adanya kandungan zat-zat berbahaya yang ada di dalam bahan pangan sehingga merusak atau mengurangi fungsi dari bahan pangan tersebut. Pangan  merupakan kebutuhan esensial  bagi  setiap manusia untuk pertumbuhan  maupun  mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang disebabkan  oleh bakteri patogen masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk Indonesia. Seringkali diberitakan terjadinya keracunan pangan akibat mengkonsumsi hidangan pesta, makanan jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar. Terdapat tiga faktor kunci yang umumnya menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri, yaitu kontaminasi – bakteri patogen harus ada dalam pangan; pertumbuhan – dalam beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki kesempatan untuk berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin atau dosis infeksi yang cukup untuk menimbulkan penyakit; daya hidup (survival) – jika berada pada kadar yang membahayakan, bakteri patogen harus dapat bertahan hidup dalam pangan selama penyimpanan dan pengolahannya.

C.    Faktor Penyebab dan Prevalensi Masalah
Keracunan  pangan  dapat disebabkan karena bakteri patogen. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua mekanisme, yaitu intoksikasi dan infeksi.
1.     Intoksikasi
Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin jika pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan bakterinya. Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui intoksikasi adalah:
a)      Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
·        Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
·         Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin
penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.

Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu yang efektif untuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang sesuai untuk segera dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak akan menghancurkan toksin tersebut.
b)       Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 80° C selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Gejala keracunan: Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Penanganan: Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak.
Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.
c)      Staphilococcus aureus
Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanan darah.
Penanganan: Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan leboih lanjut, hubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.
2.      Infeksi
Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah bakteri yang tertelan harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi. Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga menimbulkan sakit adalah:
a)      Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan: Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh.
Penanganan: Untuk pertolongan dapat diberikan cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Lalu segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
b)       Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam usus.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
Penanganan: Tidak ada penanganan spesifik, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Tindakan pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat bakteri ini bagi rumah tangga atau pusat penjual makanan antara lain dengan melakukan pendinginan dan penyimpanan dingin produk pangan matang yang cukup dan pemanasan ulang yang benar dari masakan yang disimpan sebelum dikonsumsi.
c)       Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat.
E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan.
Gejala keracunan: Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.


D.    Upaya Intervensi Penanggulangan Masalah
Dalam upaya penanggulangan masalah dapat dilakukan pencegahan terhadap keracunan, yaitu:
  1. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
  2. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
  3. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah digunakan.
  4. Menjaga area dapur atau tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
  5. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kalengnya telah rusak atau menggembung.
  6. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
  7. Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegah terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
  8. Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
  9. Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (>700C) selama minimal 20 menit.
  10. Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
  11. Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
  12. Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan menjaga suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau terhenti.
  13. Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
  14. Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.
  15. Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
  16. Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
  17. Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.

E.     Keracunan Makanan dan Immunosuppression
Keracunan makanan, biasanya disebabkan karena mengkonsumsi makanan & minuman yang telah terkontaminasi dengan bakteri, parasit atau virus.  Bahan kimia berbahaya juga dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan jika mereka mengkontaminasi makanan baik saat panen ataupun proses lainnya. Gejala umum dari keracunan makanan adalah sakit perut, diare, muntah-muntah, bahkan bisa menyebabkan kematian. Keracunan makanan sering terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung racun seperti bakteri, virus atau parasit. Menurut CDC, di Amerika diperkirakan terdapat 76 juta orang yang mengalami kasus  keracunan  makanan  setiap  tahunnya. Dari jumlah tersebut, 5000 orang meninggal dunia.
  1. Penyebab keracunan makanan adalah:
a)      Virus                     : Norovirus, Rotavirus, Hepatitis A
b)      Bakteri                  : Salmonella, Campylobacter, Escherichia coli (E coli), Shigella (traveler's diarrhea), Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum (botulism), Vibrio parahaemolyticus, Vibrio cholerae
c)      Bahan Lain            : Jamur beracun, Keracunan ciguatera, Pestisida

  1. Gejala akibat keracunan makanan, yaitu:
a)      Kram perut
b)      Mual
c)      Muntah
d)     Diare, kadang bercampur dengan darah
e)      Demam
f)       Dehidrasi

3.      Pencegahan Keracunan Makanan
Ada enam langkah mencegah keracunan makanan diantaranya yaitu:
a)      Pemilihan bahan makanan
b)      Penyimpanan makanan mentah
c)      Pengolahan bahan makanan
d)     Penyimpanan makanan jadi
e)      Pengangkutan
f)       Penyajian  makanan  kaya  serat, terlalu banyak gula, pedas, minuman kafein dan soda.

4.      Penanganan Kasus Keracunan dapat dilakukan sebagai berikut:
a)      Pemberian obat anti muntah & diare
b)      Bila terjadi demam dapat juga diberikan obat penurun panas
c)      Antibiotika jarang d iberikan untuk kasus keracunan  makanan karena pada beberapa kasus, pemberian antibiotika dapat memperburuk keadaan. Hanya pada kasus tertentu yang spesifik, antibiotika diberikan untuk memperpendek waktu penyembuhan
d)     Bila mengalami keracunan makanan karena jamur atau bahan kimia tertentu (pestisida). Penanganan yang lebih cepat harus segera diberikan, termasuk diantaranya pemberian cairan infus, tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa ataupun pemberian penangkal racunnya seperti misalnya karbon aktif. Karena kasus keracunan tersebut sangat serius, sebaiknya penderita langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang tepat.



Referensi:
Almatsir, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki