LITERATUR
PASCA PANEN
dan
PENERAPAN
TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2011
Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari
suatu bangsa. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting
bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Secara definitif, menurut Undang-undang RI
Nomor 7 Tahun 1996, pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Pangan selalu
terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya.
Banyak contoh negara dengan sumber ekonomi cukup
memadai tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan
pangan bagi penduduknya. Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam
memenuhi kebutuhan pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi untung rugi
ekonomi saja tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan
nasional yang harus dilindungi.
Sistem produksi
pengadaan pangan, seperti halnya
penggunaan pangan oleh tubuh untuk mencapai kebutuhan gizi adalah kompleks. Penyediaan
pangan yang cukup bagi
penduduk untuk dikonsumsi merupakan salah satu masalah kritis yang dihadapi
negara – negara yang sedang berkembang di dunia ini, termasuk salah satunya adalah
Indonesia. Pengadaan pangan
dan hubungannya dengan kecukupan gizi serta tingkat ekonomi keluarga harus
dipahami, masalah dan faktor – faktor yang menghalangi kecukupan produksi dan
pengadaan pangan harus dikenal dan cara pemecahannya harus dicari untuk dapat
menanggulanginya.
A. Pengertian Pasca
Panen
Dalam pertanian, panen adalah kegiatan
mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya.
Istilah ini paling umum dipakai dalam kegiatan bercocok tanam dan menandai
berakhirnya kegiatan di lahan. Pasca panen adalah suatu kegiatan dari mulai proses
pemanenan hasil pertanian sampai dengan proses yang menghasilkan produk
setengah jadi (produk antara/ intermediate). Produk setengah jadi adalah
produk yang tidak/ belum mengalami perubahan sifat fisik dan komposisi kimia.
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan
sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian
setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut
secara keilmuan lebih tepat disebut pasca
produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau
tahapan, yaitu pasca panen (postharvest)
dan pengolahan (processing).
Kegiatan pasca panen
meliputi panen, pengumpulan, perontokkan/pengupasan, pencucian, pensortiran,
pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan (drying), penggilingan dan
atau penepungan, pengemasan dan penyimpanan.
B.
Penanganan Pasca Panen
Pada saat proses
panen kualitasnya
harus maksimal, dengan penanganan yang baik, dapat dipertahankan untuk waktu
yang lama. Produk
yang dipanen tidak tepat
waktu
maka kuantitas dan
kualitasnya menurun. Pemanenan terlalu muda atau awal dapat menurunkan kuantitas
hasil, pada banyak komoditas buah menyebabkan proses
pematangan tidak sempurna sehingga kadar asam justru meningkat
(buah terasa masam).
Pemanenan
terlalu tua atau lewat
panen
maka kualitasnya
dapat menurun dengan
cepat saat disimpan, dan
rentan terhadap pembusukkan,
pada beberapa komoditas sayuran menyebabkan kandungan serat kasarnya meningkat.
Setelah
komoditas dipanen, perlu penanganan pasca panen yang tepat supaya penurunan
kualitas dapat dihambat yang dapat dilakukan setelah pemanenan hanyalah
mempertahankan kualitas dalam waktu selama mungkin bukan
meningkatkan kualitas.
Penanganan pasca panen adalah tindakan yang
disiapkan/dilakukan pada tahapan pasca panen agar hasil pertanian siap dan aman
digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri. Perlakuan
utama dalam pasca panen adalah untuk menghambat laju
transpirasi dan respirasi dari komoditas.
Kemudian menyiapkan hasil panen agar tahan disimpan untuk waktu jangka panjang
tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi
baik.
Belum berkembangnya penanganan pasca panen seperti
yang diharapkan disebabkan antara lain karena kemampuan dan pengetahuan petani
pekebun dan peternak, dalam kegiatan penanganan pasca panen masih terbatas, kelembagaan
pasca panen yang belum berkembang, waktu panen yang kurang tepat dan
terbatasnya alat mesin pasca panen, alat mesin yang tersedia di tingkat petani
belum dimanfaatkan secara optimal, penempatan dan penggunaan alat mesin yang tidak
tepat guna, belum mantapnya kemitraan usaha antara produsen dan industri.
Penanganan pasca panen merupakan upaya yang sangat
strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai
peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
meningkatkan kuantitas maupun kualitas hasil pertanian. Secara langsung
penanganan pasca panen memiliki peranan dalam menekan kehilangan hasil,
memperbaiki mutu hasil, dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta
pendapatan petani.
Penanganan pasca panen secara baik dan benar saat
ini hanya diketahui oleh sebagian masyarakat, hal ini disebabkan antara lain
karena keterbatasan informasi dan teknologi tentang penanganann pasca panen dan
kurangnya perhatian terhadap peningkatan nilai tambah ditingkat off farm sehingga perkembangan penanganan pasca panen dewasa ini masih berjalan lambat dan masih
belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari lambatnya
perkembangan penerapan sarana dan teknologi pasca panen. Sebagai dampaknya
antara lain: masih tingginya tingkat kehilangan hasil panen, mutu hsl yg masih
rendah, tngkt efisiensi dan efektifitas masih rendah dan nilai jual yang kurang
kompetitif.
C. Kepentingan
Pasca Panen dalam Sistem Pangan dan Gizi
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting
bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis. Pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.
Pekembangan penduduk yang terus meningkat
menyebabkan laju pertumbuhan produksi pangan nasional rata-rata negatif dan
cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang
berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan
nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus melebar.
Kesenjangan yang terus meningkat ini jika terus di biarkan konsekwensinya
adalah peningkatan jumlah impor bahan pangan yang semakin besar, dan kita
semakin tergantung pada negara asing.
Penanganan pasca panen yang baik dan benar sangat
diperlukan. Penanganan pasca panen merupakan upaya yang sangat strategis dalam
rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup
besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kuantitas maupun
kualitas hasil pertanian yang berpengaruh terhadap sistem pangan dan gizi.
- Meningkatkan hasil dan kualitas hasil
·
Waktu panen
yang tepat
Waktu panen yang tepat (terlalu tua atau terlalu
muda) akan dapat menghasilkan produk yang berkualitas, terhindar dari kerusakan
serta akan dapat tahan disimpan dalam waktu lama.
·
Losses rendah
Penanganan pasca panen yang tepat dapat menurunkan
kehilangan hasil. Kehilangan hasil adalah lenyap/hilangnya hasil pertanian tanpa sepengetahuan atau seijin
pemiliknya (petani).
·
Terhindar dari kerusakan fisik atapun hama dan penyakit gudang
Dapat terhindar dari berbagai kerusakan dan hasil
produksi tetap dapat terjaga kualitasnya. Sehingga pangan yang tersedia
memiliki mutu yang tinggi dan aman dikonsumsi masyarakat.
- Meningkatkan nilai tambah
Dapat meningkatkan nilai tambah hasil produksi.
Pangan yang tersedia dapat memiliki nilai yang tinggi baik kualitas maupun
kuantitasnya.
- Produk lebih aman dan nyaman
Produk yang dihasilkan akan lebih aman untuk
dikonsumsi masyarakat, kandungan gizi yang terkandung pun akan lebih prima.
Sehingga membantu persediaan pangan yang berkualitas tinggi dan baik untuk
dikonsumsi.
D. Penerapan
Teknologi Pangan
Teknologi pasca panen
diyakini merupakan kunci untuk meningkatkan nilai tambah dan dasar pengembangan
agroindustri yang berdaya saing. Teknologi pangan adalah aplikasi dari ilmu
pangan untuk sortasi, pengawetan, pemrosesan, pengemasan, distribusi, hingga
penggunaan bahan pangan yang aman dan bernutrisi. Dalam
teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis,
dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah
bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, diantaranya pemrosesan,
pengawetan, pengemasan, penyimpanan dan sebagainya.
Bahan pangan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia,
sangat intensif dijadikan kajian sebagai objek formal ilmu teknik dan ditopang dengan tuntutan industri,
terutama di negara maju. Kondisi ini melahirkan cabang bidang ilmu teknologi
pangan yang merupakan penerapan ilmu-ilmu dasar (kimia, fisika dan mikrobiologi)
serta prinsip-prinsip teknik (engineering), ekonomi dan manajemen pada seluruh
mata rantai penggarapan bahan pangan dari sejak pemanenan sampai menjadi
hidangan. Teknologi pangan merupakan penerapan ilmu dan teknik
pada penelitian, produksi,
pengolahan, distribusi, penyimpanan pangan berikut
pemanfaatannya. Ilmu terapan yang menjadi landasan pengembangan teknologi
pangan meliputi ilmu pangan, kimia pangan,
mikrobiologi pangan, fisika pangan dan teknik proses. Ilmu pangan merupakan penerapan
dasar-dasar biologi, kimia, fisika dan teknik dalam mempelajari sifat-sifat
bahan pangan, penyebab kerusakan pangan dan prinsip-prinsip yang mendasari
pegolahan pangan.
Di abad teknologi
sekarang ini, teknologi pangan juga sangat penting bagi pengadaan pangan yang mencukupi
dan merata sepanjang tahun, serta bisa diperoleh diseluruh daerah/negeri, tidak saja di
daerah produksi. Dengan teknologi pangan, selain bahan makanan itu diawetkan
agar tahan lama, juga kualitasnya ditingkatkan, termasuk kualitas dari sudut kandungan
zat gizinya. Bahan pangan yang
diproduksi musiman dapat menjadi tersedia merata sepanjang tahun dan juga di
daerah-daerah yang terletak jauh dari tempat produksinya.
Pola pengembangan industri pangan harus memperhatikan beberapa faktor
diantaranya adalah pola pertumbuhan penduduk dari segi umur, pendidikan, jenis
kelamin, ataupun kelompok – kelompok etnis serta pola perkembangan permintaan
pasar. Perubahan – perubahan ini harus bisa diantisipasi dengan baik oleh
industri pangan, misalnya penduduk berusia lanjut menuntut makanan yang lebih
bergizi dengan kadar lemak, kolesterol, garam dan gula rendah, serta
meningkatnya kebutuhan akan buah – buahan dan sayuran berserat.
(Sills-Levy,1989).
Pemilihan jenis teknologi seyogyanya disesuaikan dengan kondisi pengguna
secara tepat. Teknologi yang dikembangkan untuk keperluan rumah tangga akan
berbeda dengan teknologi yang dikembangkan untuk keperluan industri, baik skala
kecil maupun besar. Hasil olah teknologi pangan memberikan aneka pilihan
makanan sehinga hidangan tidak monoton, tetapi banyak bervariasi. Bahan pangan
hasil olah teknologi pangan biasanya dianggap mempunyai nilai sosial tinggi,
sehingga banyak di sukai konsumen, tetapi teknologi tersebut memerlukan biaya,
sehingga bahan pangan hasil olah teknologi pangan pada umunya akan lebih mahal,
terutama bila di kemas secara khusus, misalnya dikalengkan. Hasil teknologi
pangan yang diimpor umunya lebih mahal dari yang dihasilkan di dalam negeri.
Teknologi pangan dapat dimulai dari lapangan atau sawah, kalau
diambil sebagai contoh padi. Ladang atau tegalan untuk umbi-umbian dan
polong-polongan. Teknologi dapat juga dimulai
dari pemilihan bibit serta cara pembibitan, kemudian penanaman serta
pemeliharaan. Pengertian ini tidak berlebihan karena pada setiap tingkat itu
akan menggunakan teknologi yang sesuai dengan
peruntukannya. Tetapi yang umum ialah sejak dipanen sampai dihidangkan.
Penggunaan teknologi pada setiap tingkat itu akan dapat
diharapkan terjaminnya hasil daripada tanpa penggunaan teknologi, serta hasil yang jauh lebih banyak. Istilah
terakhir ini memberikan pengertian bahwa penggunaan teknologi dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang
dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan.
Teknologi pangan
sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Teknologi
yang baik akan memperkecil kehilangan atau susut saat pengolahan. Pada setiap
tingkat pengolahan hendaknya dibarengi dengan kendali mutu, atau ”quality
control” sehingga terjamin bahwa hasil sesuai dengan mutu yang diharapkan.
Sebagai salah satu contoh ialah dilapangan pada petanaman padi di sawah.
Sebelum panen sebidang tanah harus diawasi sehingga hasilnya nanti terjamin,
yaitu tidak akan hadir gangguan yang disebabkan oleh berbagai hama dan
penyakit.
Pada saat panen pun
demikian pula, hendaknya pengawasan mutu diperhatikan. Pergunakanlah alat yang
cocok untuk pemakaiannya, serta tempat yang bersih. Menjemur gabah di
jalan-jalan merupakan tindakan yang tidak akan menghasilkan gabah yang terjamin
mutunya. Gabah disimpan dengan kadar air yang rendah serta tempat yang abik,
bebas dari gangguan.
Tempat penyimpanan yang
salah akan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan
tersebut antara lain karena (i). Makhluk hidup, seperti tikus, serangga, jamur
dan bakteri, karena jazat ini memakan bahan pangan yang disimpan, disamping menimbulkan kerugian
karena kotoran, dan sisa-sisa bahan yang dimakan; (ii). Aktivitas biokimia
dalam bahan pangan tiu sendiri, seperti respirasi, terbentuknya warna coklat serta
timbulnya kelainan bau bahkan tengik; dan (iii). Kerusakan karena fisik atau
mekanis, antara lain terhimpitnya bahan sehingga pecah, serta saat
pemindahan yang kurang hati-hati.
Ruangan penyimpanan
akan mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang
sekali gus akan mempengaruhi ketahanan pangan.
Suhu, kelembaban dan komposisi udara ruangan penyimpanan merupakan tiga faktor
yang perlu diperhatikan. Cara pengangkutan, pengemasan yang kurang hati-hati
juga menyebabkan bahan cepat rusak.
Pengolahan bahan pangan dilaksanakan karena tiga alasan, yaitu (i).
Menyiapkan makanan untuk dihidangkan, (ii). Membuat hasil baru yang
dikehendaki, baik dilihat dari segi fisik maupun kandungan kimianya, termasuk
pengayaaan akan zat gizi, dan (iii). Mengawetkan, mengemas dan menyimpan.
Dari ketiga alasan tersebut yang erat hubungannya dengan ketahanan pangan adalah yang ketiga. Pengawetan yang diikuti
dengan pengemasan yang memadai akan menyebabkan bahan tidak cepat rusak.
Sehubungan dengan
tujuan pengawetan, maka dikenal enam cara utama, yaitu:
1. Pengurangan air dalam bahan
pangan- penegeringan,
dehidrasi, evaporasi, atau pengentalan
2. Pemanasan- blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
3. Penggunaan suhu rendah – pendinginan, pembekuan
4. Perlakuan kusus – fermentasi, dan pemberian additif
asam
5. Pemberian senyawa kimia
6. Iradiasi
E. Implikasi Pasca
Panen dalam Efisiensi, Produktivitas dan Ketersediaan dan Keterjaminan Pangan
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa
Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi
oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh
Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan
pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan
penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak
memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam,
merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya
penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang
berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan
efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan,
mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan
mengembangkan lahan produktif.
Teknologi pasca panen dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga
hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan. Teknologi pangan ini sangat
erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Ketahanan pangan
merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi.
Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat
terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk
pengaturan menu dan distribusi pangan
dalam keluarga.
Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan
terlihat pada status gizi masyarakat,
yang dapat dideteksi dari status gizi
anak balita (usia dibawah lima tahun). Apabila salah satu atau lebih,
dari ke tiga subsistem tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka akan terjadi
masalah kerawanan pangan yang
akan berdampak peningkatan kasus gizi kurang dan atau gizi buruk.
Teknologi pasca panen yang tepat dapat menjadi
bagian penting dari upaya menciptakan ketahanan pangan yang tangguh, harus
mengutamakan teknologi produktivitas yang ramah lingkungan. Teknologi tersebut
harus telah terbukti memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan
produktivitas dan teruji bukan hanya untuk meningkatkan produktivitas tanaman
pangan tetapi juga mampu menjaga kelestarian produksi dan ramah lingkungan.
Disamping itu teknologi yang diterapkan harus bersifat sederhana.
Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan
kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan
dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan
pada optimasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik.
Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan
ketersediaan pangan nasional terhadap impor.
Referensi: