Pengikut

Jumat, 22 Juni 2012


LITERATUR
IMMUNOSUPPRESSION TERHADAP
STATUS GIZI DAN KESEHATAN



PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2012

Tubuh manusia sangat rentan untuk terkena serangan infeksi, maka dari itu diperlukan pertahanan tubuh. Pertahanan tubuh merupakan fungsi fisiologis yang sangat penting bagi makhluk hidup. Apabila pertahanan tubuh dapat berjalan dengan baik, maka makhluk hidup dapat berkembang dan berproduksi secara optimal. Tetapi apabila pertahanan tubuh tidak berjalan dengan baik, maka akan sangat rentan terhadap serangan infeksi penyakit-penyakit yang akan menyebabkan terganggunya fungsi di dalam tubuh sehingga dapat menghambat perkembangan serta menyebabkan gangguan kesehatan.
Pertahanan yang terdapat dalam tubuh adalah sistem imunitas atau sistem kekebalan. Sistem kekebalan ini adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mampu mendeteksi serta membunuh patogen-patogen yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu mampu mendeteksi pengaruh biologis yang berasal dari luar, membunuh bakteri,virus dan cacing yang akan mengganggu fungsi tubuh, sehingga tubuh akan dapat terlindungi sehingga jaringan di dalam tubuh tetap dapat berfungsi dengan baik.

A.    Pengertian Immunonutrien dan Immunosuppression
1.      Immunonutrien
Immunonutrien merupakan proses pemberian nutrisi spesifik yang secara potensial dapat memodulasi aktivasi daripada sistem imunitas tubuh. biasanya dihubungkan erat dengan usaha untuk meningkatkan status klinik pasien yang kritis serta dalam proses pembedahan dan sangat membutuhkan asupan nutrisi tambahan eksogen baik melalui jalur parenteral atau enteral. Target utamanya adalah untuk memperkuat fungsi pertahanan mukosa, respon imun seluler dan antibodi serta terhadap terjadinya inflamasi lokal maupun sistemik.
2.      Immunosuppression
Secara harfiah, immunosuppresion dapat diartikan “menekan respon imun”. Immunosuppression melibatkan tindakan yang mengurangi aktivasi atau kemanjuran dari sistem kekebalan tubuh. Beberapa bagian dari sistem kekebalan tubuh itu sendiri memiliki efek immuno-menekan pada bagian lain dari sistem kekebalan tubuh, dan immunosuppresion dapat terjadi sebagai reaksi negatif terhadap pengobatan kondisi lainnya.
Immunosuppresion  merupakan kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan  zat  kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi. Jadi, sangatlah penting untuk mengenali dan mengetahui imunosupresi.

B.     Keracunan Pangan
  Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Keracunan pangan yaitu masuknya atau adanya kandungan zat-zat berbahaya yang ada di dalam bahan pangan sehingga merusak atau mengurangi fungsi dari bahan pangan tersebut. Pangan  merupakan kebutuhan esensial  bagi  setiap manusia untuk pertumbuhan  maupun  mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang disebabkan  oleh bakteri patogen masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk Indonesia. Seringkali diberitakan terjadinya keracunan pangan akibat mengkonsumsi hidangan pesta, makanan jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar. Terdapat tiga faktor kunci yang umumnya menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri, yaitu kontaminasi – bakteri patogen harus ada dalam pangan; pertumbuhan – dalam beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki kesempatan untuk berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin atau dosis infeksi yang cukup untuk menimbulkan penyakit; daya hidup (survival) – jika berada pada kadar yang membahayakan, bakteri patogen harus dapat bertahan hidup dalam pangan selama penyimpanan dan pengolahannya.

C.    Faktor Penyebab dan Prevalensi Masalah
Keracunan  pangan  dapat disebabkan karena bakteri patogen. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua mekanisme, yaitu intoksikasi dan infeksi.
1.     Intoksikasi
Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin jika pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan bakterinya. Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui intoksikasi adalah:
a)      Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
·        Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
·         Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin
penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.

Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu yang efektif untuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang sesuai untuk segera dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak akan menghancurkan toksin tersebut.
b)       Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 80° C selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Gejala keracunan: Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Penanganan: Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak.
Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.
c)      Staphilococcus aureus
Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanan darah.
Penanganan: Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan leboih lanjut, hubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.
2.      Infeksi
Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah bakteri yang tertelan harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi. Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga menimbulkan sakit adalah:
a)      Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan: Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh.
Penanganan: Untuk pertolongan dapat diberikan cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Lalu segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
b)       Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam usus.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
Penanganan: Tidak ada penanganan spesifik, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Tindakan pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat bakteri ini bagi rumah tangga atau pusat penjual makanan antara lain dengan melakukan pendinginan dan penyimpanan dingin produk pangan matang yang cukup dan pemanasan ulang yang benar dari masakan yang disimpan sebelum dikonsumsi.
c)       Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat.
E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan.
Gejala keracunan: Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.


D.    Upaya Intervensi Penanggulangan Masalah
Dalam upaya penanggulangan masalah dapat dilakukan pencegahan terhadap keracunan, yaitu:
  1. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
  2. Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
  3. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah digunakan.
  4. Menjaga area dapur atau tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
  5. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kalengnya telah rusak atau menggembung.
  6. Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
  7. Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegah terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
  8. Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
  9. Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (>700C) selama minimal 20 menit.
  10. Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
  11. Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
  12. Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan menjaga suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau terhenti.
  13. Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
  14. Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.
  15. Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
  16. Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
  17. Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.

E.     Keracunan Makanan dan Immunosuppression
Keracunan makanan, biasanya disebabkan karena mengkonsumsi makanan & minuman yang telah terkontaminasi dengan bakteri, parasit atau virus.  Bahan kimia berbahaya juga dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan jika mereka mengkontaminasi makanan baik saat panen ataupun proses lainnya. Gejala umum dari keracunan makanan adalah sakit perut, diare, muntah-muntah, bahkan bisa menyebabkan kematian. Keracunan makanan sering terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung racun seperti bakteri, virus atau parasit. Menurut CDC, di Amerika diperkirakan terdapat 76 juta orang yang mengalami kasus  keracunan  makanan  setiap  tahunnya. Dari jumlah tersebut, 5000 orang meninggal dunia.
  1. Penyebab keracunan makanan adalah:
a)      Virus                     : Norovirus, Rotavirus, Hepatitis A
b)      Bakteri                  : Salmonella, Campylobacter, Escherichia coli (E coli), Shigella (traveler's diarrhea), Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum (botulism), Vibrio parahaemolyticus, Vibrio cholerae
c)      Bahan Lain            : Jamur beracun, Keracunan ciguatera, Pestisida

  1. Gejala akibat keracunan makanan, yaitu:
a)      Kram perut
b)      Mual
c)      Muntah
d)     Diare, kadang bercampur dengan darah
e)      Demam
f)       Dehidrasi

3.      Pencegahan Keracunan Makanan
Ada enam langkah mencegah keracunan makanan diantaranya yaitu:
a)      Pemilihan bahan makanan
b)      Penyimpanan makanan mentah
c)      Pengolahan bahan makanan
d)     Penyimpanan makanan jadi
e)      Pengangkutan
f)       Penyajian  makanan  kaya  serat, terlalu banyak gula, pedas, minuman kafein dan soda.

4.      Penanganan Kasus Keracunan dapat dilakukan sebagai berikut:
a)      Pemberian obat anti muntah & diare
b)      Bila terjadi demam dapat juga diberikan obat penurun panas
c)      Antibiotika jarang d iberikan untuk kasus keracunan  makanan karena pada beberapa kasus, pemberian antibiotika dapat memperburuk keadaan. Hanya pada kasus tertentu yang spesifik, antibiotika diberikan untuk memperpendek waktu penyembuhan
d)     Bila mengalami keracunan makanan karena jamur atau bahan kimia tertentu (pestisida). Penanganan yang lebih cepat harus segera diberikan, termasuk diantaranya pemberian cairan infus, tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa ataupun pemberian penangkal racunnya seperti misalnya karbon aktif. Karena kasus keracunan tersebut sangat serius, sebaiknya penderita langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang tepat.



Referensi:
Almatsir, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki











Tidak ada komentar:

Posting Komentar