LITERATUR
IMMUNOSUPPRESSION TERHADAP
STATUS GIZI DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2012
Tubuh manusia sangat
rentan untuk terkena serangan infeksi, maka dari itu diperlukan pertahanan
tubuh. Pertahanan tubuh merupakan fungsi fisiologis yang sangat penting bagi
makhluk hidup. Apabila pertahanan tubuh dapat berjalan dengan baik, maka
makhluk hidup dapat berkembang dan berproduksi secara optimal. Tetapi apabila
pertahanan tubuh tidak berjalan dengan baik, maka akan sangat rentan terhadap
serangan infeksi penyakit-penyakit yang akan menyebabkan terganggunya fungsi di
dalam tubuh sehingga dapat menghambat perkembangan serta menyebabkan gangguan
kesehatan.
Pertahanan yang
terdapat dalam tubuh adalah sistem imunitas atau sistem kekebalan. Sistem
kekebalan ini adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen
serta sel tumor. Sistem ini mampu mendeteksi serta membunuh patogen-patogen
yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu mampu mendeteksi pengaruh biologis yang
berasal dari luar, membunuh bakteri,virus dan cacing yang akan mengganggu
fungsi tubuh, sehingga tubuh akan dapat terlindungi sehingga jaringan di dalam
tubuh tetap dapat berfungsi dengan baik.
A. Pengertian
Immunonutrien dan Immunosuppression
1. Immunonutrien
Immunonutrien
merupakan proses pemberian nutrisi spesifik yang secara potensial dapat
memodulasi aktivasi daripada sistem imunitas tubuh. biasanya dihubungkan erat
dengan usaha untuk meningkatkan status klinik pasien yang kritis serta dalam
proses pembedahan dan sangat membutuhkan asupan nutrisi tambahan eksogen baik
melalui jalur parenteral atau enteral. Target utamanya adalah untuk memperkuat
fungsi pertahanan mukosa, respon imun seluler dan antibodi serta terhadap
terjadinya inflamasi lokal maupun sistemik.
2. Immunosuppression
Secara harfiah, immunosuppresion
dapat diartikan “menekan respon imun”. Immunosuppression melibatkan tindakan yang mengurangi
aktivasi atau kemanjuran dari sistem kekebalan tubuh. Beberapa bagian dari
sistem kekebalan tubuh itu sendiri memiliki efek immuno-menekan pada bagian
lain dari sistem kekebalan tubuh, dan immunosuppresion dapat terjadi sebagai
reaksi negatif terhadap pengobatan kondisi lainnya.
Immunosuppresion merupakan kondisi dimana terjadi penurunan
reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan
organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka
penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal
tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi. Jadi,
sangatlah penting untuk mengenali dan mengetahui imunosupresi.
B. Keracunan Pangan
Pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman.
Keracunan pangan yaitu masuknya atau adanya
kandungan zat-zat berbahaya yang ada di dalam bahan pangan sehingga merusak
atau mengurangi fungsi dari bahan pangan tersebut. Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap
manusia untuk pertumbuhan maupun
mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul
penyakit yang disebabkan oleh pangan. Keracunan pangan atau foodborne
disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang disebabkan
oleh bakteri patogen masih menjadi masalah
yang serius di berbagai negara termasuk Indonesia.
Seringkali diberitakan
terjadinya keracunan pangan akibat mengkonsumsi hidangan pesta,
makanan jajanan,
makanan catering, bahkan pangan segar. Terdapat tiga faktor
kunci yang umumnya menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri, yaitu kontaminasi – bakteri patogen harus ada dalam pangan; pertumbuhan – dalam beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki kesempatan untuk
berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin atau dosis infeksi yang cukup untuk menimbulkan
penyakit; daya hidup (survival) – jika berada pada kadar yang membahayakan,
bakteri patogen harus dapat bertahan hidup dalam pangan selama penyimpanan dan pengolahannya.
C. Faktor Penyebab
dan Prevalensi Masalah
Keracunan
pangan dapat disebabkan karena
bakteri patogen. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua
mekanisme, yaitu intoksikasi dan
infeksi.
1. Intoksikasi
Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk
toksik bakteri patogen (baik itu toksin maupun
metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh
pada pangan dan memproduksi toksin jika
pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan
menyebabkan gejala, bukan bakterinya.
Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan
keracunan pangan melalui intoksikasi
adalah:
a)
Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk
endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri
bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah
mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus
cereus, yaitu toksin yang menyebabkan
diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
·
Bila seseorang mengalami keracunan yang
disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka
gejala yang timbul berhubungan dengan saluran
pencernaan bagian bawah berupa mual,
nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi
8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
·
Bila
seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin
penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan
dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa
mencemari pangan berbahan beras, kentang
tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas
sayuran. Sedangkan bakteri penghasil
toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan
daging.
Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga
atau penjual makanan terkait bakteri ini
adalah pengendalian suhu yang efektif untuk mencegah
pertunasan dan pertumbuhan spora.
Bila tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk
memasak pangan dalam jumlah yang
sesuai untuk segera dikonsumsi. Toksin yang berkaitan
dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan
juga tidak akan menghancurkan toksin tersebut.
b)
Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan
asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan
botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang
dapat menyebabkan paralisis. Toksin
botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai
suhu 80° C selama 30 menit cukup
untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat
resisten terhadap suhu pemanasan normal dan
dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Gejala keracunan: Gejala botulism berupa mual, muntah, pening,
sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan
dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah
otot, paralisis, dan pada beberapa kasus
dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36
jam setelah toksin tertelan. Masa
sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Penanganan:
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini,
kecuali mengganti cairan tubuh yang
hilang.
Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara
pengawetan pangan yang keliru (khususnya
di rumah atau industri rumah tangga), misalnya
pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan
garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak.
Bakteri ini dapat mencemari produk pangan
dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan
asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya,
pie beku, telur ikan fermentasi,
seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri
terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi
panas dan penggunaan nitrit pada daging yang
dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga
atau pusat penjualan makanan antara lain dengan
memasak pangan kaleng dengan seksama
(rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam
lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari
pula mengkonsumsi pangan
kaleng yang kemasannnya telah menggembung.
c)
Staphilococcus
aureus
Terdapat 23 spesies Staphilococcus,
tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan
tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan
bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah
rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak
secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk
pangan yang kaya protein, misalnya
daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan
matang yang ditujukan dikonsumsi
dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich;
produk pangan yang terpapar pada
suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan
pada lemari pendingin yang terlalu
penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan
yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka
waktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih dari
24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut
hebat, distensi abdominal, demam ringan.
Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit
kepala, kram otot, dan perubahan tekanan
darah.
Penanganan:
Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan
dan elektrolit yang hilang akibat
muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak
diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak
dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan leboih
lanjut, hubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.
2. Infeksi
Bakteri patogen dapat
menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah
akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan
penyakit, jumlah bakteri yang tertelan
harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi. Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui
pangan sehingga menimbulkan sakit
adalah:
a)
Salmonella
Salmonella merupakan bakteri
Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa
terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan
tidak sempurna. Sakit yang
diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah
dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi
oleh penjamah yang terinfeksi,
binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene
yang buruk. Penularan dari satu
orang ke orang lain juga dapat terjadi selama infeksi.
Gejala keracunan: Pada kebanyakan orang yang terinfeksi
Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam
setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala
dapat berlangsung selama lebih
dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella
ini juga dapat membahayakan
jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan
tubuh.
Penanganan: Untuk pertolongan dapat diberikan
cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Lalu segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
b)
Clostridium perfringens
Clostridium
perfringens merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk
endospora serta bersifat
anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan
kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan
pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam usus.
Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi
sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah
besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan
sakit. Gejala yang timbul berupa
nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus
yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
Penanganan: Tidak ada penanganan spesifik,
kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Tindakan pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat
bakteri ini bagi rumah tangga atau
pusat penjual makanan antara lain dengan melakukan pendinginan dan penyimpanan dingin produk pangan matang yang
cukup dan pemanasan ulang yang benar dari masakan yang disimpan sebelum dikonsumsi.
c) Escherichia coli
Bakteri Escherichia
coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas.
Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk
spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan
flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari
glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak
bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia,
seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia
coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan
berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat.
E. coli dapat masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar,
misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan
cemaran fekal pada air dan pangan.
Gejala keracunan:
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare
(pada beberapa kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual,
dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus
sedang berkisar antara 3-4 hari.
D. Upaya Intervensi
Penanggulangan Masalah
Dalam upaya penanggulangan masalah dapat
dilakukan pencegahan terhadap keracunan, yaitu:
- Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
- Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
- Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah digunakan.
- Menjaga area dapur atau tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya. Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
- Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kalengnya telah rusak atau menggembung.
- Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
- Tidak memberikan madu pada anak yang berusia di bawah satu tahun untuk mencegah terjadinya keracunan akibat toksin dari bakteri Clostridium botulinum.
- Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
- Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (>700C) selama minimal 20 menit.
- Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
- Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
- Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan menjaga suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau terhenti.
- Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
- Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.
- Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
- Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
- Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.
E. Keracunan
Makanan dan Immunosuppression
Keracunan makanan, biasanya disebabkan karena
mengkonsumsi makanan & minuman yang telah terkontaminasi dengan bakteri,
parasit atau virus. Bahan kimia
berbahaya juga dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan jika mereka
mengkontaminasi makanan baik saat panen ataupun proses lainnya. Gejala
umum dari keracunan makanan adalah sakit perut, diare, muntah-muntah, bahkan
bisa menyebabkan kematian. Keracunan makanan sering terjadi ketika seseorang
mengonsumsi makanan yang mengandung racun seperti bakteri, virus atau parasit. Menurut
CDC, di Amerika diperkirakan terdapat 76 juta orang yang mengalami kasus keracunan makanan setiap tahunnya.
Dari jumlah tersebut, 5000 orang meninggal dunia.
- Penyebab keracunan makanan adalah:
a) Virus
: Norovirus,
Rotavirus, Hepatitis A
b) Bakteri :
Salmonella, Campylobacter, Escherichia coli (E coli), Shigella (traveler's
diarrhea), Listeria monocytogenes, Clostridium
botulinum (botulism), Vibrio parahaemolyticus, Vibrio cholerae
c) Bahan Lain :
Jamur beracun, Keracunan ciguatera, Pestisida
- Gejala akibat keracunan makanan, yaitu:
a) Kram
perut
b) Mual
c) Muntah
d) Diare, kadang bercampur dengan darah
e) Demam
f) Dehidrasi
3. Pencegahan Keracunan Makanan
Ada enam langkah mencegah keracunan makanan
diantaranya yaitu:
a)
Pemilihan bahan
makanan
b)
Penyimpanan
makanan mentah
c)
Pengolahan bahan
makanan
d)
Penyimpanan
makanan jadi
e)
Pengangkutan
f)
Penyajian makanan kaya serat,
terlalu banyak gula, pedas, minuman kafein dan soda.
4.
Penanganan Kasus Keracunan dapat dilakukan
sebagai berikut:
a)
Pemberian obat anti muntah & diare
b)
Bila terjadi demam dapat juga diberikan
obat penurun panas
c)
Antibiotika jarang d iberikan untuk
kasus keracunan makanan karena pada
beberapa kasus, pemberian antibiotika dapat memperburuk keadaan. Hanya pada
kasus tertentu yang spesifik, antibiotika diberikan untuk memperpendek waktu
penyembuhan
d)
Bila mengalami keracunan makanan karena
jamur atau bahan kimia tertentu (pestisida). Penanganan yang lebih cepat harus
segera diberikan, termasuk diantaranya pemberian cairan infus, tindakan darurat
untuk menyelamatkan nyawa ataupun pemberian penangkal racunnya seperti misalnya
karbon aktif. Karena kasus keracunan tersebut sangat serius, sebaiknya
penderita langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang
tepat.
Referensi:
Almatsir, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar