Pengikut

Jumat, 22 Juni 2012

LITERATUR  GIZI dan SOSIO BUDAYA

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2012

Masalah gizi masyarakat masih memerlukan perhatian. Rawan pangan dan gizi masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini. Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku masyarakat. Pembangunan suatu bangsa merupakan upaya pemerintah bersama masyarakat dalam mensejahterakan bangsa. Keberhasilan pembangunan nasional ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi.  Masalah gizi menimbulkan  masalah  pembangunan di masa  yang akan  datang.  Penundaan dan pembiaran  masalah gizi kini akan menurunkan kualitas sumber daya manusia sebagai aset pembangunan.
Kekurangan  gizi sebagai penyebab utama kematian bayi dan  ibu  akan menurunkan mutu sumber daya manusia  pembangunan. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya kesakitan berdampak menurunkan produktivitas kerja. Kekurangan gizi menurunkan kecerdasan  anak, berakibat  hilangnya manusia cerdik pandai yang dubutuhkan pembangunan.

A.    Konsep Sosial Budaya
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal  melalui  proses digesti (perombakan molekul yang kompleks menjadi molekul yang sederhana), absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Pada hekekatnya penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Keterkaitan gizi dengan berbagai faktor seperti pertanian, sosial, ekonomi dan  budaya adalah salah  satu perbaikan gizi masyarakat yang dilakukan dengan  pendekatan sistem.
Budaya adalah  suatu  pola  hidup  menyeluruh dan  budaya bersifat kompleks, abstrak, dan  luas. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan  dan meliputi sistem ide atau gagasan yang  terdapat dalam pikiran  manusia, sehingga dalam  kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang  kesemuanya ditujukan untuk membantu  manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan  pun dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.

B.     Kepentingan Kekayaan Sosio Budaya dalm Ekologi Pangan dan Gizi
Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari ribuan pulau, Indonesia sangat kaya akan kebudayaan, suku atau etnik, adat istiadat, serta pola sosial kebiasaan masyarakat dari suatu daerah dengan daerah  lainpun  akan berbeda. Hal ini sangat mempengaruhi pola pangan yang ada di Indonesia, seperti proses produksi, distribusi, hasil yang didapat, cara pengolahan pangan disetiap daerahpun akan berbeda pula.
Antropologi Kesehatan dan Ekologi menitikberatkan pembahasan pada Hubungan, bentuk dan fungsi kesehatan dan penyakit dari pandangan lingkungan dan sosial-budaya. Masalah dinamika dari konsekuensi hubungan, bentuk dan fungsi dari kesehatan dan penyakit dengan pendekatan ekologis dan sosial-budaya. Hubungan Antropologi Kesehatan dengan Ekologi merupakan hubungan manusia dengan lingkungan, dengan tingkah lakunya, dengan penyakitnya dan cara-cara dimana tingkah lakunya dan penyakitnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya selalu melalui proses umpan-balik.
Pentingnyadampak  sosial-budaya  pada  pangan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan tertentu disajikan.
2. Arti mengenai  siapa  yang menyiapkan makanan,  siapa  yang menyajikan dan prioritas  anggota keluarga tertentu dalam pola pembagian dan pola makanan.
3. Hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola pangan dan status gizi.
4.Larangan  keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan.
5.Bagaimana  pola  pangan  dikembangkan  dan  mengapa  pangan  tertentu  diterima  sedangkan lainnyaa ditolak atau hanya dimakan jika pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh lagi.
   Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan makan-makanan. Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberap hal berbeda diantara kelompok yang ditentukan budaya, merupakan  kerangka kerja di mana cara makan dan daya terima terhadap makanan terbentuk.
Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan, untuk beberapa tahun makanan anak-anak ergantung pada orang lain. Bersamaan dengan pangan yang disajikan dan diterima, langsung atau tak langsung anak-anak menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan kebiasaan mereka yang berkaitan dengan pangan.

C.    Determinan Sosial Budaya Berpengaruh Terhadap Pangan Gizi dan Kesehatan Masyarakat
Pengaruh determinan masyarakat perkotaan dan pedesaan bisa menjadikan tolak ukur masyarakat terhadap kebutuhan gizi yang mereka konsumsi. Status gizi dan kesehatan penduduk yang menunjukkan fakta yang terjadi pada masyarakat Indonesia.
Kebudayaan tidak hanya menentukan pangan apa, tetapi untuk siapa, dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Pola kebudayaan yang berkenaan dengan suatu masyarakat  dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang sekitar arti pangan dan penggunaannya yang cocok. Hal ini  mempengaruhi orang dalam memilih pangan, jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimmana diolahnya, disalurkannya,disiapkannya,dan disajikanny.  Dampak sosial-budaya pada pangan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
  1. 1    Bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan    tertentu disajikan.
  1. Arti mengenai siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota keluarga tertentu dalam pola pembagian dan pola makanan.
  2. 3 Hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola pangan dan status gizi.
  1. Larangan  keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan.
5.      Bagaimana pola pangan dikembangkan dan mengapa pangan tertentu diterima sedangkan lainnyaa ditolak atau hanya dimakan jika pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh lagi.

  • Pola Makan
Jumlah macam  makanan  dan  jenis serta banyaknya bahan pangan dalam pola makanan di suatu Negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Di samping itu kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja dari keluarga, berpengaruh pula terhadap pola makanan.
Pangan pokok yang digunakan dalam suatu Negara biasanya menempati kedudukan tinggi. Penggunaan pangan tersebut lebih luas daripada  semua  pangan yang lainnya, besar kemungkinannya berkembang  karena dihasilkan dari tanaman asal setempat atau setelah dibawa ke tempat tersebut tumbuh dengan cepat.  Di beberapa daerah pedesaan di Asia Tenggara kebiasaannya hanya makan satu kali setiap hari. Cara penyimpanan  pangan tradisional, menggunakan bahan bakar sedikit sekali dan cenderung mempertahannkan zat gizi  yang terdapat dalam pangan. Apabila hanya satu kali makan setiap hari, maka konsumsi pangan, terutama bagi anak-anak, mungkin sekali kurang, bagaimana pun cara penyimpanannya. Wanita hamil dan menyusui juga akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan, jika mereka makan kurang dari tiga kali sehari.
  • Pembagian Makanan dalam Keluarga
Secara tradisional, ayah mempunyai  prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak  wanita dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi di beberapa lingkungan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain atau bahkan setelah anggota pria selesai makan. Pada beberapa kasus wanita dan anak kecil hanya memperoleh pangan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Apabila terjadi kekurangan pangan yang parah di tingkat rumah tangga karena sebab-sebab seperti paceklik, kelaparan, kemiskinan yang khronis atau suatu musibah lain, kecukupan gizi anggota keluarga tentunya akan terganggu.
  • Besar Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing  keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan  jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut.
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin, adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demkian, sebab seandainya besarnya keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan  relative lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua.
Perhatian yang lebih besar diperlukan guna mengurangi dalih untuk mempunyai keluarga besar dengan jalan membantu yang miskin memperbaiki keadaan social dan ekonominya. Semua keluarga, tanpa memandang pendapatnya, harus mengetahui batas tertinggi persediaan pangan yang tersedia dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk, terutama di  Negara-negara sedang berkembang yang laju kelahirannya paling tinggi. Banyak sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan dan pemeliharaan manusia, yang salah satu pokok diantaranya adalah pangan, sanagt terbatas. Oleh karena itu, semua program masyarakat terutama dalam pertanian; perlu menekankan pentingnya keluarga berencana dan pembatasan penduduk, sehingga petani dapat menanam cukup pangan guna menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan keluarganya. Selain itu juga menyediakan kebutuhan keluarga akan pendapatan melalui tanaman perdagangan yang mereka hasilkan.
  • Akseptabilitas
Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk mrencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan makan-makanan.  Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberap hal berbeda diantara kelompok yang ditentukan budaya, merupakan kerangka kerja di mana cara makan dan daya terima terhadap makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan denagn takun kepada setiap generasi berikutnya.
Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan, untuk beberapa tahun makanan anak-anak bergantung pada orang lain. Bersamaan dengan  pangan yang disajikan dan diterima, langsung atau tak langsung anak-anak menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan kebiasaan mereka yang berkaitan dengan pangan.
Dengan demikian, walaupun kelapran dapat ditentukan secara biologis, pada umumnya kebiasaan pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang terkandung dalam pangan. Kebiasaan ini berasal dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota keluarga.


D.    Implikasi Program Intervensi Sosial Budaya Terhadap Program Gizi
Masalah gizi merupakan  masalah yang kompleks karena melibatkan berbagai sektor terkait. Masalah gizi pun belum dapat ditangani dengan baik mengingat banyaknya hambatan serta kendala yang dihadapi. Perlu dilakukannya penanggulangan masalah gizi ini baik antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Pemberdayaan masyarakat antara lain melalui penyuluhan gizi yang komunikatif dan efektif merubah perilaku. Penyuluhan merupakan salah satu program  intervensi. Tujuan dilakukannya penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar sadar gizi, serta untuk mendukung keberhasilan program Selain itu untuk jangka panjang, sebagai usaha penyelamatan dampak krisis ekonomi tidak cukup hanya mengandalkan bantuan-bantuan yang bersifat darurat melainkan harus pula memperhatikan potensi masyarakat.
Berangkat dari besarnya masalah gizi dan kesehatan serta bervariasinya faktor penyebab masalah ini maka diperlukan program yang komprehensif dan terintegrasi .diantaranya:
1. Banyak hal yang harus diperkuat untuk melaksanakan program perbaikan gizi pada masyarakat perkotaan dan pedesaan, mulai dari ketersediaan data dan informasi secara periodik untuk dapat digunakan dalam perencanaan program yang benar dan efektif.
2. Melakukan  penanggulangan program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka panjang, sementara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga dilakukan secara professional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan atau kriteria yang spesifik lokal.
3. Melakukan strategi program khusus untuk penanggulangan kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan dalam bentuk strategi pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerja sama yang baik dengan swasta.
4. Secara bertahap melakukan peningkatan pendidikan, strategi ini merupakan strategi jangka panjang yang dapat mengangkat Indonesia dari berbagai masalah gizi dan kesehatan.
5. Hal lain juga yang mesti ditanggulangi masalah kadar gizi (kadarzi) Tahap awal strategi pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga dalam pemetaan kadarzi untuk identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga.

Hal lain juga yang mesti ditanggulangi masalah kadar gizi (kadarzi). Tahap awal strategi pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga dalam pemetaan kadarzi untuk identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Dan identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Hasil pemetaan dibahas bersama masyarakat untuk merencanakan tindaklanjut. Apabila masalah tersebut bisa diselesaikan langsung oleh keluarga maka perlu dilakukan pembinaan, akan tetapi apabila ditemui masalah kesehatan dan masalah lain maka perlu dirujuk ke petugas kesehatan dan petugas sektor lain. Strategi yang dilakukan dalam mewujudkan Kadarzi adalah :
1.Pemberdayaan keluarga dengan menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang, misalnya melalui pengembangan konseling dan KIE sesuai kebutuhan setempat
2.Melakukan advokasi dan mobilisasi para pengambil keputusan, pejabat pemerintah di berbagai tingkat administrasi, penyandang dana dan pengusaha dengan tujuan meningkatkan kepedulian/komitmen terhadap masalah gizi di tingkat keluarga
3.Mengembangkan jaring kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok profesi lainnya untuk mendukung tercapainya tujuan Kadarzi
4.Menerapkan berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan untuk mempercepat perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi.



Referensi:
Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suhardjo, (1989). Sosio Budaya Gizi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pangan, Gizi dan Pertanian.SUHARDJO, LAURA JANE HARPER, BRADY J.DEATON, JUDY A.DRISKEL.1986.UI Pers.Jakarta 
http://id.wikipedia.org/wiki/kebudayaan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar