LITERATUR GIZI dan SOSIO BUDAYA
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2012
Masalah gizi masyarakat masih memerlukan perhatian. Rawan pangan dan gizi
masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini. Masalah gizi berawal dari
ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik karena masalah ketersediaan
di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta
perilaku masyarakat. Pembangunan
suatu bangsa merupakan upaya pemerintah bersama masyarakat dalam
mensejahterakan bangsa. Keberhasilan pembangunan nasional ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas
dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan
menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi.
Masalah gizi menimbulkan
masalah pembangunan di masa
yang akan datang.
Penundaan dan pembiaran masalah gizi kini akan menurunkan kualitas
sumber daya manusia sebagai aset pembangunan.
Kekurangan gizi sebagai penyebab utama kematian bayi
dan ibu akan menurunkan mutu
sumber daya manusia pembangunan. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya
kesakitan berdampak menurunkan produktivitas kerja. Kekurangan gizi menurunkan
kecerdasan anak, berakibat hilangnya manusia cerdik pandai yang
dubutuhkan pembangunan.
A. Konsep Sosial Budaya
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui
proses digesti (perombakan molekul yang
kompleks menjadi molekul yang sederhana), absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan
energi. Pada hekekatnya penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor,
oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor
yang terkait. Keterkaitan gizi
dengan berbagai faktor seperti pertanian, sosial, ekonomi dan
budaya adalah salah satu perbaikan gizi masyarakat yang dilakukan dengan pendekatan
sistem.
Budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh dan
budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Kebudayaan pun dapat didefinisikan sebagai suatu
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk
memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi
pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota
suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada
anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan
melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam
bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang
dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai
suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan
anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang
berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya
sama.
B. Kepentingan
Kekayaan Sosio Budaya dalm Ekologi Pangan dan Gizi
Indonesia merupakan Negara
yang terdiri dari ribuan pulau, Indonesia sangat kaya akan kebudayaan, suku
atau etnik, adat istiadat, serta pola sosial kebiasaan masyarakat dari suatu
daerah dengan daerah lainpun akan berbeda. Hal ini sangat mempengaruhi pola
pangan yang ada di Indonesia, seperti proses produksi, distribusi, hasil yang
didapat, cara pengolahan pangan disetiap daerahpun akan berbeda pula.
Antropologi Kesehatan dan Ekologi menitikberatkan
pembahasan pada Hubungan, bentuk dan fungsi kesehatan dan penyakit dari
pandangan lingkungan dan sosial-budaya. Masalah dinamika dari konsekuensi
hubungan, bentuk dan fungsi dari kesehatan dan penyakit dengan pendekatan
ekologis dan sosial-budaya. Hubungan
Antropologi Kesehatan dengan Ekologi merupakan hubungan manusia dengan
lingkungan, dengan tingkah lakunya, dengan penyakitnya dan cara-cara dimana
tingkah lakunya dan penyakitnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya selalu
melalui proses umpan-balik.
Pentingnyadampak
sosial-budaya pada pangan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Bagaimana,
kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan tertentu disajikan.
2. Arti
mengenai siapa yang menyiapkan makanan, siapa
yang menyajikan dan prioritas
anggota keluarga tertentu dalam pola pembagian dan pola makanan.
3. Hubungan
antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola pangan dan
status gizi.
4.Larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi
pangan.
5.Bagaimana pola
pangan dikembangkan dan
mengapa pangan tertentu
diterima sedangkan lainnyaa
ditolak atau hanya dimakan jika pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh
lagi.
Setiap
masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk mencari, memilih,
menangani, menyiapkan, menyajikan dan makan-makanan. Adat dan tradisi merupakan
dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberap
hal berbeda diantara kelompok yang ditentukan budaya, merupakan kerangka kerja di mana cara makan dan daya terima
terhadap makanan terbentuk.
Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara
yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau
jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian
perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan,
untuk beberapa tahun makanan anak-anak ergantung pada orang lain. Bersamaan
dengan pangan yang disajikan dan diterima, langsung atau tak langsung anak-anak
menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan
kebiasaan mereka yang berkaitan dengan pangan.
C. Determinan
Sosial Budaya Berpengaruh Terhadap Pangan Gizi dan Kesehatan Masyarakat
Pengaruh determinan masyarakat perkotaan dan
pedesaan bisa menjadikan tolak ukur masyarakat terhadap kebutuhan gizi yang
mereka konsumsi. Status gizi dan kesehatan penduduk yang menunjukkan fakta yang
terjadi pada masyarakat Indonesia.
Kebudayaan tidak hanya
menentukan pangan apa, tetapi untuk siapa, dan dalam keadaan bagaimana pangan
tersebut dimakan. Pola kebudayaan yang berkenaan dengan suatu masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya,
berkembang sekitar arti pangan dan penggunaannya yang cocok. Hal ini mempengaruhi orang dalam memilih pangan, jenis
pangan apa yang harus diproduksi, bagaimmana diolahnya, disalurkannya,disiapkannya,dan disajikanny. Dampak
sosial-budaya pada pangan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
- 1 Bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan tertentu disajikan.
- 2 Arti mengenai siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota keluarga tertentu dalam pola pembagian dan pola makanan.
- 3 Hubungan antara besarnya keluarga dan umur anggota keluarga dengan pola pangan dan status gizi.
- 4 Larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan.
5. Bagaimana pola pangan dikembangkan dan mengapa
pangan tertentu diterima sedangkan lainnyaa ditolak atau hanya dimakan jika
pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh lagi.
- Pola Makan
Jumlah macam makanan dan jenis
serta banyaknya bahan pangan dalam pola makanan di suatu Negara atau daerah
tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah
ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Di samping itu
kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja dari keluarga, berpengaruh pula terhadap
pola makanan.
Pangan pokok yang
digunakan dalam suatu Negara biasanya menempati kedudukan tinggi. Penggunaan
pangan tersebut lebih luas daripada semua
pangan yang lainnya, besar
kemungkinannya berkembang karena
dihasilkan dari tanaman asal setempat atau setelah dibawa ke tempat tersebut
tumbuh dengan cepat. Di beberapa daerah
pedesaan di Asia Tenggara kebiasaannya hanya makan satu kali setiap hari. Cara
penyimpanan pangan tradisional,
menggunakan bahan bakar sedikit sekali dan cenderung mempertahannkan zat gizi yang terdapat dalam pangan. Apabila hanya
satu kali makan setiap hari, maka konsumsi pangan, terutama bagi anak-anak,
mungkin sekali kurang, bagaimana pun cara penyimpanannya. Wanita hamil dan
menyusui juga akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan, jika
mereka makan kurang dari tiga kali sehari.
- Pembagian Makanan dalam Keluarga
Secara tradisional,
ayah mempunyai prioritas utama atas
jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Jika kebiasaan budaya
tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya
dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita
dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi di
beberapa lingkungan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain atau bahkan
setelah anggota pria selesai makan. Pada beberapa kasus wanita dan anak kecil
hanya memperoleh pangan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan.
Apabila terjadi kekurangan pangan yang parah di tingkat rumah tangga karena
sebab-sebab seperti paceklik, kelaparan, kemiskinan yang khronis atau suatu
musibah lain, kecukupan gizi anggota keluarga tentunya akan terganggu.
- Besar Keluarga
Hubungan antara laju
kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama
mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika
yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup
untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak
cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut.
Anak-anak yang tumbuh
dalam suatu keluarga yang miskin, adalah paling rawan terhadap kurang gizi
diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling
terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demkian, sebab seandainya
besarnya keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak
orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relative lebih banyak daripada anak-anak yang
lebih tua.
Perhatian yang lebih
besar diperlukan guna mengurangi dalih untuk mempunyai keluarga besar dengan
jalan membantu yang miskin memperbaiki keadaan social dan ekonominya. Semua
keluarga, tanpa memandang pendapatnya, harus mengetahui batas tertinggi
persediaan pangan yang tersedia dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk,
terutama di Negara-negara sedang
berkembang yang laju kelahirannya paling tinggi. Banyak sumber daya yang
diperlukan untuk pengembangan dan pemeliharaan manusia, yang salah satu pokok
diantaranya adalah pangan, sanagt terbatas. Oleh karena itu, semua program
masyarakat terutama dalam pertanian; perlu menekankan pentingnya keluarga
berencana dan pembatasan penduduk, sehingga petani dapat menanam cukup pangan
guna menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan
keluarganya. Selain itu juga menyediakan kebutuhan keluarga akan pendapatan
melalui tanaman perdagangan yang mereka hasilkan.
- Akseptabilitas
Setiap masyarakat mengembangkan
cara yang turun-temurun untuk mrencari, memilih, menangani, menyiapkan,
menyajikan dan makan-makanan. Adat dan
tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut, yang biasanya
sekurang-kurangnya dalam beberap hal berbeda diantara kelompok yang ditentukan
budaya, merupakan kerangka kerja di mana cara makan dan daya terima terhadap
makanan terbentuk, yang dijaga dengan seksama dan diajarkan denagn takun kepada
setiap generasi berikutnya.
Mengembangkan kebiasaan
pangan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima
atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya
dan menjadi bagian perilaku yang berakar diantara kelompok penduduk. Dimulai
sejak dilahirkan, untuk beberapa tahun makanan anak-anak bergantung pada orang
lain. Bersamaan dengan pangan yang
disajikan dan diterima, langsung atau tak langsung anak-anak menerima pula
informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap, tingkah laku dan kebiasaan
mereka yang berkaitan dengan pangan.
Dengan demikian,
walaupun kelapran dapat ditentukan secara biologis, pada umumnya kebiasaan
pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang
terkandung dalam pangan. Kebiasaan ini berasal dari pola pangan yang diterima
budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota keluarga.
D. Implikasi
Program Intervensi Sosial Budaya Terhadap Program Gizi
Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks karena melibatkan berbagai
sektor terkait. Masalah gizi pun belum dapat ditangani dengan baik mengingat
banyaknya hambatan serta kendala yang dihadapi. Perlu dilakukannya
penanggulangan masalah gizi ini baik antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Pemberdayaan masyarakat antara lain melalui
penyuluhan gizi yang komunikatif dan efektif merubah perilaku. Penyuluhan
merupakan salah satu program intervensi.
Tujuan dilakukannya penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
agar sadar gizi, serta untuk mendukung keberhasilan program Selain itu untuk
jangka panjang, sebagai usaha penyelamatan dampak krisis ekonomi tidak cukup
hanya mengandalkan bantuan-bantuan yang bersifat darurat melainkan harus pula
memperhatikan potensi masyarakat.
Berangkat dari besarnya masalah gizi dan kesehatan
serta bervariasinya faktor penyebab masalah ini maka diperlukan program yang
komprehensif dan terintegrasi .diantaranya:
1. Banyak
hal yang harus diperkuat untuk melaksanakan program perbaikan gizi pada
masyarakat perkotaan dan pedesaan, mulai dari ketersediaan data dan informasi
secara periodik untuk dapat digunakan dalam perencanaan program yang benar dan
efektif.
2. Melakukan
penanggulangan program perbaikan gizi
dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka panjang, sementara kuratif
dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Bentuk
program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga
dilakukan secara professional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan
atau kriteria yang spesifik lokal.
3. Melakukan strategi
program khusus untuk penanggulangan kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun
perdesaan dalam bentuk strategi pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerja
sama yang baik dengan swasta.
4. Secara
bertahap melakukan peningkatan pendidikan, strategi ini merupakan strategi
jangka panjang yang dapat mengangkat Indonesia dari berbagai masalah gizi dan
kesehatan.
5. Hal
lain juga yang mesti ditanggulangi masalah kadar gizi (kadarzi) Tahap awal
strategi pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga
dalam pemetaan kadarzi untuk identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga.
Hal lain juga yang
mesti ditanggulangi masalah kadar gizi (kadarzi). Tahap awal strategi
pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga dalam
pemetaan kadarzi untuk identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Dan
identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Hasil pemetaan dibahas bersama
masyarakat untuk merencanakan tindaklanjut. Apabila masalah tersebut bisa
diselesaikan langsung oleh keluarga maka perlu dilakukan pembinaan, akan tetapi
apabila ditemui masalah kesehatan dan masalah lain maka perlu dirujuk ke
petugas kesehatan dan petugas sektor lain. Strategi yang dilakukan dalam
mewujudkan Kadarzi adalah :
1.Pemberdayaan
keluarga dengan menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku gizi seimbang, misalnya melalui pengembangan konseling dan KIE sesuai
kebutuhan setempat
2.Melakukan
advokasi dan mobilisasi para pengambil keputusan, pejabat pemerintah di
berbagai tingkat administrasi, penyandang dana dan pengusaha dengan tujuan
meningkatkan kepedulian/komitmen terhadap masalah gizi di tingkat keluarga
3.Mengembangkan
jaring kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi
masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok profesi lainnya untuk mendukung
tercapainya tujuan Kadarzi
4.Menerapkan
berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan untuk mempercepat
perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi.
Referensi:
Almatsier,
Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suhardjo,
(1989). Sosio Budaya Gizi, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pangan, Gizi dan
Pertanian.SUHARDJO, LAURA JANE HARPER, BRADY J.DEATON, JUDY A.DRISKEL.1986.UI
Pers.Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar