Pengikut

Jumat, 22 Juni 2012


LITERATUR
PASCA PANEN dan
PENERAPAN TEKNOLOGI PANGAN




PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2011

Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis,  psikologis, sosial maupun antropologis.  Secara definitif, menurut Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996,  pangan  adalah  segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun  tidak diolah,  yang diperuntukkan sebagai makanan atau  minuman bagi konsumsi manusia. Pangan selalu terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya.
Banyak contoh negara dengan sumber ekonomi cukup memadai tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi untung rugi ekonomi saja tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan nasional yang harus dilindungi.
Sistem produksi pengadaan pangan, seperti halnya penggunaan pangan oleh tubuh untuk mencapai kebutuhan gizi adalah kompleks. Penyediaan pangan yang cukup bagi penduduk untuk dikonsumsi merupakan salah satu masalah kritis yang dihadapi negara – negara yang sedang berkembang di dunia ini, termasuk salah satunya adalah Indonesia. Pengadaan pangan dan hubungannya dengan kecukupan gizi serta tingkat ekonomi keluarga harus dipahami, masalah dan faktor – faktor yang menghalangi kecukupan produksi dan pengadaan pangan harus dikenal dan cara pemecahannya harus dicari untuk dapat menanggulanginya.

A.    Pengertian Pasca Panen
Dalam pertanian, panen  adalah kegiatan mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya. Istilah ini paling umum dipakai dalam kegiatan bercocok tanam dan menandai berakhirnya kegiatan di lahan. Pasca panen adalah suatu kegiatan dari mulai proses pemanenan hasil pertanian sampai dengan proses yang menghasilkan produk setengah jadi (produk antara/ intermediate). Produk setengah jadi adalah produk yang tidak/ belum mengalami perubahan sifat fisik dan komposisi kimia.
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing).
Kegiatan pasca panen meliputi panen, pengumpulan, perontokkan/pengupasan, pencucian, pensortiran, pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan (drying), penggilingan dan atau penepungan, pengemasan dan penyimpanan.

B.     Penanganan Pasca Panen
Pada saat proses panen kualitasnya harus maksimal, dengan penanganan yang baik, dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Produk yang dipanen  tidak  tepat  waktu  maka kuantitas dan kualitasnya menurun. Pemanenan terlalu muda atau awal dapat menurunkan  kuantitas  hasil, pada banyak komoditas buah menyebabkan proses pematangan tidak sempurna sehingga kadar asam justru  meningkat (buah terasa masam)Pemanenan terlalu tua atau lewat panen maka kualitasnya dapat menurun dengan cepat saat disimpan, dan  rentan terhadap  pembusukkan, pada beberapa komoditas sayuran menyebabkan kandungan serat kasarnya meningkat.
Setelah komoditas dipanen, perlu penanganan pasca panen yang tepat supaya penurunan kualitas dapat dihambat  yang dapat dilakukan setelah pemanenan hanyalah mempertahankan kualitas dalam waktu selama mungkin bukan  meningkatkan kualitas. Penanganan pasca panen adalah tindakan yang disiapkan/dilakukan pada tahapan pasca panen agar hasil pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industri. Perlakuan  utama dalam pasca panen adalah untuk menghambat  laju  transpirasi dan respirasi dari komoditas. Kemudian menyiapkan hasil panen agar tahan disimpan untuk waktu jangka panjang tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik.
Belum berkembangnya penanganan pasca panen seperti yang diharapkan disebabkan antara lain karena kemampuan dan pengetahuan petani pekebun dan peternak, dalam kegiatan penanganan pasca panen masih terbatas, kelembagaan pasca panen yang belum berkembang, waktu panen yang kurang tepat dan terbatasnya alat mesin pasca panen, alat mesin yang tersedia di tingkat petani belum dimanfaatkan secara optimal, penempatan dan penggunaan alat mesin yang tidak tepat guna, belum mantapnya kemitraan usaha antara produsen dan industri.
Penanganan pasca panen merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas hasil pertanian. Secara langsung penanganan pasca panen memiliki peranan dalam menekan kehilangan hasil, memperbaiki mutu hasil, dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani.
Penanganan pasca panen secara baik dan benar saat ini hanya diketahui oleh sebagian masyarakat, hal ini disebabkan antara lain karena keterbatasan informasi dan teknologi tentang penanganann pasca panen dan kurangnya perhatian terhadap peningkatan nilai tambah ditingkat off farm sehingga perkembangan  penanganan pasca panen  dewasa ini masih berjalan lambat dan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari lambatnya perkembangan penerapan sarana dan teknologi pasca panen. Sebagai dampaknya antara lain: masih tingginya tingkat kehilangan hasil panen, mutu hsl yg masih rendah, tngkt efisiensi dan efektifitas masih rendah dan nilai jual yang kurang kompetitif.

C.    Kepentingan Pasca Panen dalam Sistem Pangan dan Gizi
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan setiap insan baik secara fisiologis,  psikologis, sosial maupun antropologis. Pangan  adalah  segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun  tidak diolah,  yang diperuntukkan sebagai makanan atau  minuman bagi konsumsi manusia.
Pekembangan penduduk yang terus meningkat menyebabkan laju pertumbuhan produksi pangan nasional rata-rata negatif dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus melebar. Kesenjangan yang terus meningkat ini jika terus di biarkan konsekwensinya adalah peningkatan jumlah impor bahan pangan yang semakin besar, dan kita semakin tergantung pada negara asing.
Penanganan pasca panen yang baik dan benar sangat diperlukan. Penanganan pasca panen merupakan upaya yang sangat strategis dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional karena mempunyai peranan yang cukup besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas hasil pertanian yang berpengaruh terhadap sistem pangan dan gizi.
  1. Meningkatkan hasil dan kualitas hasil
·         Waktu panen yang tepat
Waktu panen yang tepat (terlalu tua atau terlalu muda) akan dapat menghasilkan produk yang berkualitas, terhindar dari kerusakan serta akan dapat tahan disimpan dalam waktu lama.
·         Losses rendah
Penanganan pasca panen yang tepat dapat menurunkan kehilangan hasil. Kehilangan hasil adalah lenyap/hilangnya hasil pertanian tanpa sepengetahuan atau seijin pemiliknya (petani).
·         Terhindar dari kerusakan fisik atapun hama dan penyakit gudang
Dapat terhindar dari berbagai kerusakan dan hasil produksi tetap dapat terjaga kualitasnya. Sehingga pangan yang tersedia memiliki mutu yang tinggi dan aman dikonsumsi masyarakat.

  1. Meningkatkan nilai tambah
Dapat meningkatkan nilai tambah hasil produksi. Pangan yang tersedia dapat memiliki nilai yang tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya.
  1. Produk lebih aman dan nyaman
Produk yang dihasilkan akan lebih aman untuk dikonsumsi masyarakat, kandungan gizi yang terkandung pun akan lebih prima. Sehingga membantu persediaan pangan yang berkualitas tinggi dan baik untuk dikonsumsi.

D.    Penerapan Teknologi Pangan
Teknologi pasca panen diyakini merupakan kunci untuk meningkatkan nilai tambah dan dasar pengembangan agroindustri yang berdaya saing. Teknologi pangan adalah aplikasi dari ilmu pangan untuk sortasi, pengawetan, pemrosesan, pengemasan, distribusi, hingga penggunaan bahan pangan yang aman dan bernutrisi. Dalam teknologi pangan, dipelajari sifat fisis, mikrobiologis, dan kimia dari bahan pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam, diantaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan dan sebagainya.
Bahan pangan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia, sangat intensif dijadikan kajian sebagai objek formal ilmu teknik dan ditopang dengan tuntutan industri, terutama di negara maju. Kondisi ini melahirkan cabang bidang ilmu teknologi pangan yang merupakan penerapan ilmu-ilmu dasar (kimia, fisika dan mikrobiologi) serta prinsip-prinsip teknik (engineering), ekonomi dan manajemen pada seluruh mata rantai penggarapan bahan pangan dari sejak pemanenan sampai menjadi hidangan. Teknologi pangan merupakan penerapan ilmu dan teknik pada penelitian, produksi, pengolahan, distribusi, penyimpanan pangan berikut pemanfaatannya. Ilmu terapan yang menjadi landasan pengembangan teknologi pangan meliputi ilmu pangan, kimia pangan, mikrobiologi pangan, fisika pangan dan teknik proses. Ilmu pangan merupakan penerapan dasar-dasar biologi, kimia, fisika dan teknik dalam mempelajari sifat-sifat bahan pangan, penyebab kerusakan pangan dan prinsip-prinsip yang mendasari pegolahan pangan.
Di abad teknologi sekarang ini, teknologi pangan juga sangat penting bagi pengadaan pangan yang mencukupi dan merata sepanjang tahun, serta bisa diperoleh   diseluruh daerah/negeri, tidak saja di daerah produksi. Dengan teknologi pangan, selain bahan makanan itu diawetkan agar tahan lama, juga kualitasnya ditingkatkan, termasuk kualitas dari sudut kandungan zat  gizinya. Bahan pangan yang diproduksi musiman dapat menjadi tersedia merata sepanjang tahun dan juga di daerah-daerah yang terletak jauh dari tempat produksinya.
Pola pengembangan industri pangan harus memperhatikan beberapa faktor diantaranya adalah pola pertumbuhan penduduk dari segi umur, pendidikan, jenis kelamin, ataupun kelompok – kelompok etnis serta pola perkembangan permintaan pasar. Perubahan – perubahan ini harus bisa diantisipasi dengan baik oleh industri pangan, misalnya penduduk berusia lanjut menuntut makanan yang lebih bergizi dengan kadar lemak, kolesterol, garam dan gula rendah, serta meningkatnya kebutuhan akan buah – buahan dan sayuran berserat. (Sills-Levy,1989).
Pemilihan jenis teknologi seyogyanya disesuaikan dengan kondisi pengguna secara tepat. Teknologi yang dikembangkan untuk keperluan rumah tangga akan berbeda dengan teknologi yang dikembangkan untuk keperluan industri, baik skala kecil maupun besar. Hasil olah teknologi pangan memberikan aneka pilihan makanan sehinga hidangan tidak monoton, tetapi banyak bervariasi. Bahan pangan hasil olah teknologi pangan biasanya dianggap mempunyai nilai sosial tinggi, sehingga banyak di sukai konsumen, tetapi teknologi tersebut memerlukan biaya, sehingga bahan pangan hasil olah teknologi pangan pada umunya akan lebih mahal, terutama bila di kemas secara khusus, misalnya dikalengkan. Hasil teknologi pangan yang diimpor umunya lebih mahal dari yang dihasilkan di dalam negeri.
Teknologi pangan dapat dimulai dari lapangan atau sawah, kalau diambil sebagai contoh padi. Ladang atau tegalan untuk umbi-umbian dan polong-polongan. Teknologi dapat juga dimulai dari pemilihan bibit serta cara pembibitan, kemudian penanaman serta pemeliharaan. Pengertian ini tidak berlebihan karena pada setiap tingkat itu akan menggunakan teknologi yang sesuai dengan peruntukannya. Tetapi yang umum ialah sejak dipanen sampai dihidangkan.
Penggunaan teknologi  pada setiap tingkat itu akan dapat diharapkan terjaminnya hasil daripada tanpa penggunaan teknologi, serta hasil yang jauh lebih banyak. Istilah terakhir ini memberikan pengertian bahwa penggunaan teknologi dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan.
Teknologi pangan sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Teknologi yang baik akan memperkecil kehilangan atau susut saat pengolahan. Pada setiap tingkat pengolahan hendaknya dibarengi dengan kendali mutu, atau ”quality control” sehingga terjamin bahwa hasil sesuai dengan mutu yang diharapkan. Sebagai salah satu contoh ialah dilapangan pada petanaman padi di sawah. Sebelum panen sebidang tanah harus diawasi sehingga hasilnya nanti terjamin, yaitu tidak akan hadir  gangguan yang disebabkan oleh berbagai hama dan penyakit.
Pada saat panen pun  demikian pula, hendaknya pengawasan mutu diperhatikan. Pergunakanlah alat yang cocok untuk pemakaiannya, serta tempat yang bersih. Menjemur gabah di jalan-jalan merupakan tindakan yang tidak akan menghasilkan gabah yang terjamin mutunya. Gabah disimpan dengan kadar air yang rendah serta tempat yang abik, bebas dari gangguan.
Tempat penyimpanan yang salah akan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan tersebut antara lain karena (i). Makhluk hidup, seperti tikus, serangga, jamur dan bakteri, karena jazat ini memakan bahan pangan yang disimpan, disamping menimbulkan kerugian karena kotoran, dan sisa-sisa bahan yang dimakan; (ii). Aktivitas biokimia dalam bahan pangan tiu sendiri, seperti respirasi, terbentuknya warna coklat serta timbulnya kelainan bau bahkan tengik; dan (iii). Kerusakan karena fisik atau mekanis, antara lain terhimpitnya bahan  sehingga pecah, serta saat pemindahan yang kurang hati-hati.
Ruangan penyimpanan akan mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang sekali gus akan mempengaruhi ketahanan pangan. Suhu, kelembaban dan komposisi udara ruangan penyimpanan merupakan tiga faktor yang perlu diperhatikan. Cara pengangkutan, pengemasan yang kurang hati-hati juga menyebabkan bahan cepat rusak.
Pengolahan bahan pangan dilaksanakan karena tiga alasan, yaitu (i). Menyiapkan makanan untuk dihidangkan, (ii). Membuat hasil baru yang dikehendaki, baik dilihat dari segi fisik maupun kandungan kimianya, termasuk pengayaaan akan zat gizi,  dan (iii). Mengawetkan, mengemas dan menyimpan. Dari ketiga alasan tersebut yang erat hubungannya dengan ketahanan pangan adalah yang ketiga. Pengawetan yang diikuti dengan pengemasan yang memadai akan menyebabkan bahan tidak cepat rusak.
Sehubungan dengan tujuan pengawetan, maka dikenal enam cara utama, yaitu:
1.      Pengurangan air dalam bahan pangan- penegeringan, dehidrasi, evaporasi, atau pengentalan
2.      Pemanasan- blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
3.      Penggunaan suhu rendah – pendinginan, pembekuan
4.      Perlakuan kusus – fermentasi, dan pemberian additif asam
5.      Pemberian senyawa kimia
6.      Iradiasi

E.     Implikasi Pasca Panen dalam Efisiensi, Produktivitas dan Ketersediaan dan Keterjaminan Pangan
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.
Teknologi pasca panen dalam produksi pangan akan meningkatkan hasil, sehingga hasil lebih banyak yang dapat menjamin salah satu faktor ketahanan pangan. Teknologi pangan ini sangat erat hubungannya dengan terjaminnya mutu hasil. Ketahanan pangan  merupakan suatu  sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk pengaturan  menu dan distribusi pangan dalam keluarga. 
Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi masyarakat, yang  dapat dideteksi dari status gizi anak balita (usia dibawah lima tahun).  Apabila salah satu atau lebih, dari ke tiga subsistem tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka akan terjadi masalah kerawanan pangan yang akan berdampak peningkatan kasus gizi kurang dan atau gizi buruk.
Teknologi pasca panen yang tepat dapat menjadi bagian penting dari upaya menciptakan ketahanan pangan yang tangguh, harus mengutamakan teknologi produktivitas yang ramah lingkungan. Teknologi tersebut harus telah terbukti memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan produktivitas dan teruji bukan hanya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan tetapi juga mampu menjaga kelestarian produksi dan ramah lingkungan. Disamping itu teknologi yang diterapkan harus bersifat sederhana.
Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor.



















Referensi:












Tidak ada komentar:

Posting Komentar